Ombudsman hari ini memanggil perwakilan dari Bank Indonesia untuk menjelaskan soal pengenaan biaya isi ulang uang elektronik atau e-Money yang menuai pro dan kontra dalam beberapa minggu terakhir.
Direktur Program Elektronifikasi Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Pungky Purnomo Wibowo menjelaskan, bank sentral menerbitkan aturan terkait isi ulang adalah untuk menyamaratakan biaya isi ulang uang elektronik yang selama ini bervariasi disetiap mitra dari bank yang bersangkutan.
“Intinya dari aturan ini kami ingin berikan perlindungan konsumen, dulu kan isi ulang di luar bank tidak diatur, harganya beda-beda. Sekarang kami minta tidak boleh lebih dari yang kami tetapkan,” kata Pungky saat ditemui di Ombusdsman, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).
Baca Juga: YLKI Minta BI Jangan Paksa Bank Kenakan Biaya Top Up E-Money
Pungky menjelaskan, dalam aturan top up ini, Bank Indonesia memberlakukan biaya maksimal untuk isi ulang di luar fasilitas bank atau on us Rp 750 per, biaya ini dikenakan jika isi saldo di atas Rp200 ribu. Namun aturan ini berlaku jika pemerintah telah selesai merevisi aturan terkait uang elektronik tahun 2014.
“Jadi nanti aturannya seperti ini, Bank mau kenakan biaya nol boleh, seratus boleh, tapi maksimal Rp 750 nggak boleh lebih. Kemudian untuk isi ulang melalui mitra bank, dibatasi Rp 1.500 dan tidak boleh lebih, karena kami mau masyarakat bisa nyaman dalam menggunakan non tunai," katanya.
Pada Akhir September 2017, Bank Indonesia berencana meberlakukan aturan terkait pembebanan biaya isi ulang atau top up uang elektronik kepada konsumen sebesar Rp1500 hingga Rp2 ribu.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (PADG GPN).
Baca Juga: Pengamat: Pembebanan Biaya Top Up e-Money Tidak Perlu