Uang siluman tersebut ditempatkan untuk beberapa pos, misalkan biaya perijinan, biaya sertifikasi, sampai biaya koordinasi antara oknum pejabat pemerintah daerah sampai preman-preman. Hal ini hampir dilakukan oknum di semua pemerintah daerah.
Selain itu, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan perijinan pun dinilai masih belum mumpuni. Banyak kebijakan terkait syarat-syarat yang tidak seragam bahkan diantara internal pemerintah daerah. Setiap perangkat pemerintah daerah harusnya dapat melakukan koordinasi yang lebih baik sehingga tidak harus mengulang proses yang tengah dijalankan pengembang dikarenakan syarat yang tidak seragam.
Terkait dengan sumber daya manusia yang ada, banyak Pemda yang belum sepenuhnya mengatur mengenai pemangkasan perijinan. Banyaknya Perda yang masih tumpang tindih dan harus diatur ulang. Selain itu juga sosialisasi oleh kementerian dan petunjuk pelaksanaan di beberapa daerah terkesan belum siap.
Sistem online yang ada di beberapa di daerah pun seakan tidak beroperasi karena tanpa sumber daya manusia yang baik, sistem hanya sebatas sistem. Berkas yang ada pun terus menumpuk atau memenag sengaja di tumpuk? Kondisi-kondisi tersebut diatas memberikan peluang bagi para oknum untuk bermain dengan berdalih untuk mempercepat proses yang ada.
Baca Juga: Ini Alasan IPW Menangkan Meikarta di Golden Property Award 2017
"Sungguh luar biasa bila perijinan dapat diselesaikan dalam 6,5 jam. Namun berdasarkan fakta di lapangan, secara umum agaknya sulit berjalan. Karenanya untuk tetap mendukung lancarnya program sejuta rumah untuk ketersediaan rumah MBR, maka Indonesia Property Watch menghimbau pemerintah lebih serius dan langsung turun ke lapangan mendengarkan keluhan para pelaku pasar. Tanpa itu laporan yang diterima oleh Presiden hanyalah ABS (Asal Bapak Senang)," tutup Ali.