Pada akhir September 2017, Bank Indonesia berencana meberlakukan aturan terkait pembebanan biaya isi ulang atau top up uang elektronik kepada konsumen sebesar Rp1.500 hingga Rp2 ribu.
Kebijakan inipun menuai pro dan kontra di masyarakat lantaran memberatkan masyarakat selaku konsumen.
Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia mengklaim pengaturan batas maksimum biaya pengisian saldo uang elektronik justru untuk menertibkan harga yang selama ini relatif tinggi dibayar oleh konsumen.
Baca Juga: Bank 'Pelat Merah' Tak Setuju Biaya Isi Ulang e-Money
"Selama ini biaya isi saldo uang elektronik melalui off-us routing, atau lintas bank maupun lintas jaringan, bisa mencapai Rp6500 per pengisian. Makanya dengan adanya aturan ini untuk menertibkan," kata Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi BI Aribowo di kantor Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2017).
Ariwibowo menjelaskan, Selama ini, konsumen harus membayar tarif isi saldo uang elektronik off-us yang tidak teratur karena tidak ada batasan maksimum. Jadi, tingginya tarif isi saldo ini dipengaruhi komisi untuk pihak ketiga seperti gerai peritel yang menjadi perantara dalam transaksi pengisian isi saldo itu.
"Jadi kalau konsumen isi di minimarket itu, uangnya itu nggak masuk ke bank. Makanya itu yang akan kami atur agar tarifnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu besar setara lah," ujarnya.