Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dilaporkan oleh pengacara David Tobing ke Ombudsman pada Senin (18/9/2017). Pelaporan tersebut terkait pengenaan biaya isi ulang atau top up uang elektronik yang harus ditanggung oleh konsumen sebesar Rp1.500 hingga Rp2 ribu.
"Pengenaan biaya ini patut diduga bentuk tindakan maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan pada pengusaha, serta pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan," kata David di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan.
Menurut David kebijakan yang renacananya akan diberlakukan Bank Indonesia ini sangat tidak adil dan hanya menguntungkan bagi para pelaku usaha di sektor jasa keuangan.
"Yang pasti, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperoleh bank akan meningkat dan lembaga yang menerbitkan uang elektronik mendapat dana murah bahkan gratis karena uang tersebut tidak berbunga. Masyarakat dipaksa untuk beralih ke uang elektronik ada biayanya, tapi uang elektronik tidak dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) ini kan tidak adil," katanya.
Baca Juga: Pabrikan Asal Prancis Buat Kunci Mobil yang Bisa Jadi E-Money
Untuk itu, dia meminta kepada Ombudsman memberikan rekomendasi kepada BI selaku terlapor, untuk membatalkan pengenaan biaya untuk isi ulang e-money.