Presiden Joko Widodo mengatakan pertanian Indonesia masih berkutat pada budidaya, sementara nilai tambah ada diproses bisninnya (Agrobisnis).
"Paradigma inilah yang harus kita ubah besar-besar, kuncinya, menurut saya, bagaimana menkonsolidasikan petani agar memilik skala yang besar, skala ekonomi yang besar," kata Presiden saat orasi pada sidang terbuka dalam rangka "dies natalis" Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampus Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat, (Rabu 6/9/2017).
Jokowi mengatakan bahwa nilai tukar petani itu merupakan hal yang sangat fundamental agar mereka mendapatkan keuntungan yang besar.
Baca Juga: Jokowi Sindir Lulusan IPB Lebih Banyak Kerja di Bank
"Itu yang harus kita lihat, nilai tukar petani itu penting, ini sangat fundamental. Oleh sebab itu petani harus mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari dia melakukan penanaman pertanian," katanya.
Presiden mengungkapkan bahwa keuntungan besar itu tidak ada di budidaya, pembibitan, melainkan berada pada proses bisnsnya.
"Ini yang lama kita tidak sadari. bahwa keuntung besar ada diproses bisnis, proses agrobisnisnya. Oleh sebab tu seharusnya yang menjadi konsentrasi kita," kata Jokowi.
Apalagi, lanjut Presiden, kondisi petani di Indonesia sebagian besar hanya memiliki lahan-lahan kecil, yang hanya berkisar 0,25-0,3 hektare saja.
"Kalau kita tidak mengkonsentrasikan, bagaimana menaikan keuntungan petani dengan nilai tukar petani yang harus kita lihat," jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Kembangkan Pertanian Garam di Indonesia Timur
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani tersebut, kata Presiden, perlu adanya langkah untuk mewujudkan korporasi petani, nelayan dan peternak.