Rasio realisasi investasi terhadap komitmen investasi yang masih sangat rendah menjadi alasan utama Badan koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan reorientasi dan restrukturasi organisasi. Kedeputian Bidang Kerjasama Penanaman Modal yang sebelumnya berorientasi pada kegiatan kerjasama luar negeri diubah menjadi berorientasi pada kegiatan kerjasama di dalam negeri khususnya daerah. Reorientasi tersebut berdampak pada perlunya restrukturasi untuk memenuhi kebutuhan organisasi.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengemukakan bahwa reorientasi dan restrukturasi yang dilakukan oleh BKPM merupakan salah satu upaya untuk menjawab berbagai keluhan investor saat ini terhadap carut marutnya pelayanan investasi di daerah. “Ada yang sudah sangat baik sekali, namun banyak yang masih menggunakan paradigma kuno. Akhirnya, mereka menjadi bagian dari masalah dan menghambat realisasi investasi,” ujarnya usai pelantikan pejabat Eselon II BKPM sebagai bagian dari Reorientasi dan Restrukturasi BKPM, di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Tom, demikian sapaan akrabnya menambahkan bahwa dengan reorientasi dan restrukturasi yang dilakukan diharapkan akan secara nyata meningkatkan realisasi investasi di daerah serta memperkuat penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan yang telah ada di PTSP Pusat. “Apalagi investasi menjadi satu-satunya motor yang dapat diharapkan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” lanjut mantan Mendag ini.
Baca Juga: BKPM Tawarkan Proyek Infrastruktur Rp217 Triliun Pada Cina
Dari data yang dimiliki oleh BKPM periode 2015 hingga semester I 2017 tercatat dari rencana investasi sebesar Rp 4.837 triliun baru Rp 1.494 triliun atau 30,9 persen yang kemudian dapat direalisasikan. Salah satu kendala yang diidentifikasi oleh BKPM adalah terkait beragamnya perizinan di daerah yang menghambat realisasi. “Jadi perlu standarisasi perizinan-perizinan yang dikeluarkan di daerah,” urai Tom.
Restrukturasi yang dilakukan BKPM difokuskan untuk membenahi pelayanan investasi di daerah di antaranya adalah dengan membuat Direktorat Kerjasama Standarisasi Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal Daerah yang akan bertanggung jawab untuk melakukan standarisasi perizinan dan Direktorat Kerjasama Pembinaan Teknis Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal Daerah yang memiliki tiga fungsi utama yakni pembinaan teknis, pemantauan dan pengawasan, serta Direktorat Kerjasama Penanaman Modal Luar Negeri yang akan mengurusi kerjasama penanaman modal baik di tingkat bilateral, regional dan multilateral.
Reorientasi dan restrukturisasi ini juga merupakan langkah efektif dalam mengatasi hambatan yang dihadapi oleh investor di daerah, diantaranya tidak adanya standardisasi jenis perizinan, lambatnya proses perizinan, rendahnya kompetensi aparatur daerah yang melayani perizinan dan seringnya mutasi aparatur/pejabat di daerah. "Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibentuk unit kerja di BKPM yang menangani standardisasi Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Daerah, yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi investor dalam mengurus perizinan dan nonperizinan terkait penanaman modal di daerah," pungkasnya.
Sistem Teknologi Informasi di Daerah dan Pusat Akan Disinergikan
Aspek utama dalam upaya reorientasi dan restrukturasi yang dilakukan oleh BKPM adalah terkait sistem teknologi informasi (TI) pelayanan investasi di daerah yang nantinya akan disinergikan dengan sistem di pusat. Selama ini, meskipun BKPM gencar melakukan berbagai langkah untuk membantu pembentukan PTSP di daerah, namun terkait hal ini belum ada yang mengawasi secara khusus.
Baca Juga: BKPM: Investasi Kuartal II 2017 Tembus Rp170,9 Triliun
“Targetnya adalah bagaimana sistem teknologi informasi yang ada dapat diintegrasikan, namun untuk tahap awal dilakukan pilot project dimana masing-masing sistem yang ada bisa saling terhubung melalui interface,” imbuh Kepala Pusat Data dan Informasi Siti Romayah.