Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan bahwa kesepakatan yang dicapai pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia bukanlah sebuah prestasi. Menurutnya, kesepakatan ini justru menunjukkan pemerintah tidak cerdas dalam mencari penyelesaian masalah Freeport.
"Jadi kesepakatan ini bukan prestasi, karena diujung akan berakhirnya kontrak," kata Yusri saat dihubungi oleh Suara.com, Selasa (29/8/2017).
Menurutnya, seharusnya model Blok Mahakam yang dipilih untuk dilakukan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah Freeport. Seharusnya pemerintah menyerahkan izin Usaha Pertambangan Khusus kepada holding BUMN pertambangan.
Baca Juga: Rezim Jokowi Dianggap Ulangi Kesalahan Orde Baru Soal Freeport
"Biar Holding BuMN Tambang yang bicara B to B dengan PT Freeeport Indonesia. Itu baru cerdas Pemerintah sesuai pasal 33 ayat 3 UUD 1945," tutupnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan hari ini menjelaskan secara rinci mengenai keputusan final hasil negosiasi pemerintah dengan PT Freeport Indonesia di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2017).
Dalam konferensi persnya, Jonan mengatakan negosiasi yang terjadi antara Pemerintah dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini sudah berjalan dengan baik dan sudah mencapai kesepakatan satu sama lain.
Adapun kesepakatan yang dihasilakan dari negosiasi selama lima bulan ini adalah:
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
Baca Juga: Sri Mulyani Jamin Penerimaan Negara dari Freeport Bertambah
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada Oktober 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.
5. Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, sebagaimana diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.