Kementerian Perhubungan akan segera menerbitkan peraturan baru terkait taksi daring karena payung hukumnya telah dianulir oleh putusan Mahkamah Agung, yakni Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Kita kaji terus, kita siapkan dulu aturan, segera kita keluarkan aturan baru," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat dalam perkenalan tiga pelaksana tugas dirjen baru di Jakarta, Senin (28/8/2017).
Dia menuturkan saat ini pihaknya masih mengkaji terkait aturan baru tersebut yang bisa menjadi solusi bagi masyarakat.
Baca Juga: Begini Cara Pejabat Kemenhub Dapatkan Uang Suap Puluhan Miliar
"Kita kaji mencari solusi untuk masyarakat, aturan ini mengatur masyarakat, memberikan layanan yang terbaik, kalau tidak ada aturan akan menjadi persoalan, sehingga kita mengkaji dulu," katanya.
Hindro menambahkan selagi mengkaji, dalam jangka waktu 90 hari masa berlaku putusan MA tersebut, menegaskan bahwa PM 26/2017 masih berlaku.
"Putusan MA kita taati," katanya.
Sebelumnya, Pengamat Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit sebelum membuat aturan baru, mengatakan Kemenhub perlu memahami fundamental bisnis taksi daring.
"Saya melihatnya fundamental bisnis ini harus dipahami, mungkin fundamental bisnis belum dipahami para regulator, sifatnya seperti apa, di Filipina menetapkan kategori baru, sehingga mereka 'other side' yang diperlakukan komoditas layanan berbeda dengan taksi, sehingga tidak membanding-bandingkan," tuturnya.
Baca Juga: Kronologi KPK Ungkap Kasus Suap Dirjen Kemenhub
Menurut Danang, bisnis taksi daring sudah berubah dari tujuan awalnya yang merupakan "ride sharing" (berbagi tumpangan) dan bukan sebagai pekerjaan utama, tetapi pekerjaan sampingan.
Sementara itu, Ketua DPP Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Adrianto Djokosoetono menilai dengan dianulirnya PM 26/2017, maka harus kembali mengacu ke PM sebelumnya, yaitu PM 32/ 2016, di mana seluruh taksi daring harus didaftarkan menjadi taksi reguler.
"Kalau dianulir artinya mitra-mitra 'online' harus masuk ke taksi reguler, aturan yang sama, kerja yang sama, ciri-ciri yang sama," paparnya.
Menurut Adrianto, PM 26/2017 sudah mewadahi taksi daring sebagai angkutan resmi dengan nama angkutan sewa khusus, namun dengan putusan MA tersebut, maka keberadaannya kembali ilegal.
"Kembali ilegal, mereka harus ke reguler, dulu 'kan ilegal, makanya kita siapkan wadah fasilitasi, sekarang dianulir, membuat resah, yang menuntut pengemudi 'online' membuat mitra resah mitra onlinenya sendiri. Ini 'kan enggak lucu jadinya pelat kuning lagi," katanya. (Antara)