Berbicara pada seminar nasional ‘Keterbukaan Data dan Informasi Perpajakan dalam Rangka Terwujudnya Kepatuhan Sukarela Wajib Pajak’ yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bali dan Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa di Denpasar, Bali, Jumat (25/8/2017), anggota Komisi XI DPR Ri Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa salah satu cita-cita Presiden Jokowi adalah pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Siapapun di dalam kabinet kerja tidak boleh memiliki visi misi sendiri, eksekutif harus menjalankan visi Nawacita, visi Trisakti, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Menurutnya, terdapat berbagai alasan reformasi bagi otoritas penerimaan negara perlu dilakukan. Antara lain, pentingnya efisiensi dan efektivitas dari otoritas penerimaan negara, kualitas dari otoritas penerimaan negara mempengaruhi iklim investasi dan pengembangan sektor privat, otoritas pajak dan bea cukai di banyak negara kerap menempati urutan atas dalam korupsi. Dan, semakin canggihnya aktivitas bisnis dan juga semakin lihainya para pelaku penggelapan pajak.
“Motivasi politik untuk memberikan otonomi yang lebih pada otoritas pajak adalah kebutuhan untuk membuat komitmen yang credible pada Wajib Pajak bahwa otoritas pajak akan lebih kompeten, efisien dan adil. Tanpa menjadikan otoritas pajak otonom, timbul masalah kredibilitas dalam reformasi administrasi pajak,” terang Misbakhun.
Baca Juga: Misbakhun: Tax Amnesty Adalah Bukti Success Story Rezim Jokowi
Politikus Golkar itu mengatakan, otoritas pajak semi otonom pertama secara umum mengambil model dari bank sentral. Namun, World Bank memberikan catatan bahwa otoritas pajak tidak dimaksudkan untuk menjadi otonom sebagaimana organisasi sektor publik lain seperti bank sentral, namun tidak juga bersifat tergantung pada garis kementerian. Karena itu digunakan istilah semi-otonom.
“Namun otoritas pajak semi otonom ini berbeda dari badan pemungutan pajak tradisional dalam hal kebebasan yang lebih tinggi pada aspek administratif dan pengelolaan keuangan. Desain kunci yang menjadi ciri otoritas pajak semi otonom adalah karakter legal, struktur tata kelola, mekanisme pembiayaan, sistem kepegawaian, dan relasi akuntabilitas,” kata Misbakhun.
Misbakhun pun membandingkan di banyak negara yang meyakini bahwa peningkatan otonomi kelembagaan dapat mengatasi masalah administratif dan tata kelola, seperti inefisiensi organisasi dan memberikan pelayanan yang adil dan efektif pada masyarakat. Masalah-masalah seperti gaji rendah, pegawai berkualitas rendah, rendahnya retention rate dan rekrutmen berbasis nepotisme; dapat diperbaiki melalui otonomi dalam bidang sumber daya manusia.
“Intervensi politik dapat diselesaikan melalui peningkatan independensi dalam hubungannya dengan cabang eksekutif. Sementara pembiayaan yang memadai dapat disediakan melalui penerapan formula dari sektor privat atau jaminan yang lain,” kata Misbakhun.
Baca Juga: Misbakhun: RUU Konsultan Pajak Jadi Bagian Reformasi Perpajakan