Suara.com - Kegiatan usaha secara universal pada umumnya selalu menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan operasional dan produksinya. Baik langsung maupun tidak langsung, pasti akan ada kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Tidak terkecuali dalam kegiatan usaha palet dan peti yang notabene selalu menggunakan bahan baku kayu.
Dengan bahan dasar kayu, bidang usaha palet dan peti juga memerlukan banyak pasokan kayu baik dari hasil Hutan Tanaman Industri maupun hasil Hutan Rakyat sebagai bahan bakunya. Alhasil, para pemasoknya (biasa disebut sawmill/ penggerjian kayu) harus selalu menebang pohon secara terus menerus sebagai faktor utama kegiatan produksi.
Dari catatan Paguyuban Pengusaha Palet dan Peti Indonesia (P4I), dalam sebulan saja, produksi satu produsen palet dan peti mencapai sekitar 1.000-2.000 kubik peti dan sekitar 5.000an unit palet. Untuk kegiatan diatas akan dibutuhkan sekitar 500an kubik kayu hasil olahan (tebang, belah, potong).
Dengan memakai asumsi 10 batang pohon muda bisa dibuat menjadi 1 kubik kayu olahan jadi, maka akan dilakukan penebangan 5.000 pohon setiap bulannya. Bila di Cikarang saja produsen palet dan peti yang mencapai puluhan, maka disinyalir kegiatan ini menghasilkan penebangan 500.000an batang pohon dalam sebulan atau sekitar 6.000.000 pohon dalam setahun.
"Kalau sumber daya rusak, maka kita semua yang kena dampaknya, termasuk yang tidak menggunakan sumber daya alam sekalipun," ujar Boy Sunarko Ketua P4I melalui keterangan tertulisnya.
Kendala utama dalam program reboisasi ini, lanjut dia, masih sedikitnya pelaku usaha yang bersedia menyisihkan sebagian keuntungannya untuk mendukung program reboisasi ini. Malah, kata Boy, ada pula perusahaan global yang mempunyai slogan Go Green tetapi ternyata tidak aplikatif dalam aktualnya.
Terbukti mereka masih menggunakan sumber alam berupa kayu dan enggan memasukkan unsur 'kewajiban mengelola sumber daya alam' sebagai bagian dari kontrak ataupun struktur biaya produksinya karena hanya melihat harga jual terendah dari produsen peti dan palet. "Padahal sumber daya hasil hutan yang kita gunakan selama ini adalah hutang yang kita pinjam dari anak cucu kita," jelasnya lebih lanjut.
Apabila satu hektar hutan terdiri dari 100 pohon, maka laju degradasi hutan dapat mencapai 60.000 hektar setiap tahunnya. Sementara untuk mengembalikan pohon sebanyak yang ditebang diperlukan waktu 10x lebih lama dari penebangan.
Artinya untuk satu tahun penebangan saja diperlukan 10 tahun masa reboisasi dalam jumlah dan luasan yang sama. Selama ini pasokan kayu ke daerah Cikarang kebanyakan di suplai dari daerah Banten dan Jawa Barat.
Untuk itu P4I mengimbau kalangan pengusaha palet dan peti untuk meremajakan sumber daya kayu yang mereka gunakan dengan mengalokasikan sebagian dari keuntungan usaha menjadi dana wajib reboisasi. Caranya dengan rutin melakukan koordinasi untuk penanaman pohon kembali dengan Komunitas Pohon Indonesia, yang telah melakukan MOU dengan Dirjen BPDAS-PS Kementerian Lingkungan Hidup.
Guna mendukung program tersebut, pemerintah melalui Kementerian LHK menggulirkan fasilitas dana bergulir untuk pembangunan Hutan Rakyat melalui Badan Layanan Umum - Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU-P3H) yang mana dananya bersumber dari Dana Reboisasi
P4I menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak terkait selain KPI untuk mendukung kegiatan tersebut. Dengan anggota sekitar 100 orang per unit usaha, maka program peremajaan diharapkan bisa berjalan sukses, efektif dan masif.
Untuk ke depannya, P4I juga membuka kemungkinan penjajakan penggunaan sumber daya alternatif yang lebih efektif dan ramah lingkungan melalui research dan development maupun brainstorming dengan semua pihak.
P4I Imbau Pengusaha Palet Lestarikan Sumber Daya Alam
Ririn Indriani Suara.Com
Selasa, 22 Agustus 2017 | 21:39 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Riset Binus Sebut Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara Asia dan Afrika
28 Desember 2024 | 15:44 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI