"Sudah saatnya pengembangan EBT diprioritaskan. Pemerintah harus mendorong agar EBT menjadi sumber energi masa depan yang sangat menarik minat investasi, sehingga harga jual listrik dari EBT cukup kompetitif," katanya.
Untuk subsidi elpiji tabung tiga kg, Satya mendesak perlu segera dilaksanakan distribusi secara tertutup agar tepat sasaran.
Sedangkan untuk penjualan elpiji tabung 12 kg, harus benar-benar diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga bisa memaksimalkan pendapatan Pertamina.
Sesuai nota keuangan, RAPBN 2018 mengalokasikan Rp103,4 triliun untuk subsidi energi yang Rp51,1 triliun untuk perbaikan distribusi BBM tepat sasaran dan distribusi tertutup elpiji tabung tiga kg.
Baca Juga: ESDM Akan Kebut Sistem BBM Satu Harga
"Kami tunggu aksi konkret pemerintah merealisasikan distribusi elpiji tiga kg secara tertutup agar tepat sasaran," imbuhnya.
Lebih lanjut, Satya menambahkan bahwa sektor ESDM bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan negara meskipun pada kenyataannya sangat bergantung pada harga minyak dunia.
RAPBN 2018 menyebutkan, harga minyak dipatok sebesar 48 dolar AS per barrel atau sama dengan angka APBN-P 2017.
Sedangkan "lifting" minyak dipatok 800 ribu barel per hari atau lebih rendah dari APBN-P 2017 sebesar 815 ribu barrel per hari.
"Kami berusaha agar pendapatan negara bisa dimaksimalkan terutama di sektor ESDM, walaupun sangat tergantung pada harga minyak dunia. Ini dimaksudkan agar pendistribusian dana bagi hasil (DBH) ke daerah-daerah bisa tepat volume dan tepat waktu. Untuk target 'lifting', kami akan bahas lagi bersama pemerintah dan para KKKS, supaya mencerminkan keadaan di lapangan yang sebenarnya," tambah Satya. (Antara)
Baca Juga: Harga BBM di Kabupaten Puncak Sudah Sama Dengan Jawa