Suara.com - Pemerintah mengajukan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen. Menurut anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar DPR M. Sarmuji pengajuan ini terlalu konservatif.
Sarmuji mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2017 hanya 5,01 persen, tetapi kemungkinan pertumbuhan pada semester II 5,2 - 5,3 persen mengingat konsumsi masyarakat akan mulai membaik dengan berkurangnya pengaruh kenaikan listrik, terbebasnya beban kenaikan anak sekolah dan pencairan gaji ke-13 bulan Juli, Agustusan, Idul Adha, Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Demikian juga dengan pengeluaran pemerintah yang akan membaik.
"Dengan basis pertumbuhan semester kedua tersebut seharusnya pemerintah bisa lebih optimistik menatàp perekonomian tahun 2018. Apalagi pertumbuhan global diperkirakan tumbuh lebih baik di tahun 2018 dibandingkan dengan 2017," kata Sarmuji di gedung DPR, Senayan, Rabu (16/8/2017).
Ditegaskan dia, dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik ekonomi Indonesia akan mendapatkan stimulus untuk tumbuh. Di dalam negeri sendiri banyak momentum yang dapat menjadi penguat pertumbuhan seperti Asian Games 2018, pertemuan IMF dan World Bank, pilkada serentak, persiapan pemilu 2019, dan lain-lain.
"Kesemuanya itu menjadi pendorong ekonomi untuk tumbuh," ujarnya.
Oleh karena itu, Nota Keuangan 2018 yang mencantumkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen sebenarnya terlalu konservatif. Seharusnya pemerintah mengajukan pertumbuhan ekonomi antara 5,5 persen- 5,6 persen agar ada insentif untuk berusaha lebih keras mencapai capaian yang lebih tinggi.
"Kita butuh tekad yang kuat dan keinginan besar yang ditunjukkan dengan keinginan untuk tumbuh lebih tinggi namun dengan perhitungan yang cermat," kata dia.