Senior Treasury Representative, Kedutaan Besar Australia, Shaun Anthony, menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak berlebihan dalam mengalokasikan belanja pembangunan infrastruktur. Pasalnya dibanding negara lain, alokasi belanja infrastruktur Indonesia terbilang kecil.
Ia mencontohkan di Eropa, banyak negara rata-rata mengalokasikan 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk belanja infrastruktur. Sementara Indonesia hanya mengalokasikan 13 persen dari PDB untuk belanja infrastruktur.
"Vietnam saja mengalokasikan 16 persen dari PDB untuk belanja infrastruktur. Sementara Australia mengalokaksikan 26 persen dari PDB," kata Shaun dalam Bangking Journalist Academy (BJA) 2017 di Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Baca Juga: Ini 4 Proyek Infrastruktur yang Dibahas Menhub dan Dubes Jepang
Shaun menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur sangatlah penting. Terutama untuk meningkatkan daya saing sebuah negara. Menurutnya, alokasi anggaran belanja infrastruktur yang direalisasikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo masih jauh dari kebutuhan nasional.
"Alokasi yang ada masih jauh dari kebutuhan keseluruhan Indonesia," jelasnya.
Walau demikian, Shaun juga mengakui alokasi terbesar anggaran negara Indonesia untuk sektor pendidikan memang diperlukan. Sebab pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Sebagaimana diketahui, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, jumlah kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia mencapai Rp4.796,2 triliun. Sedangkan kemampuan yang dimiliki APBN dan APBD hanya mampu menutupi sebesar 41,3 persen atau Rp1.978,6 triliun, keterlibatan BUMN 22,2 persen atau Rp1.066,2 triliun. Sedangkan swasta sebanyak 36,5 persen atau Rp1.751,5 triliun.
Adapun belanja infrastruktur pada APBN 2017 mencapai Rp387,3 triliun. Pemerintahmengalokasikan anggaran tersebut untuk pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan laut, jalur kereta api dan terminal penumpang.
Baca Juga: Infrastruktur Jalan di Perbatasan RI-Timor Leste Memprihatinkan