Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fikri Faqih menilai, tidak masalah apabila pemerintah hendak menggunakan dana haji untuk keperluan negara, seperti membangun infrastruktur sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Namun, hal itu ada persetujuan dari para calon jamaah haji sebagai pemilik dana tersebut
"Uang itu yang punya kan jamaah haji, karena kalau tidak ada akad dengan yang punya, saya kira ini tidak benar. jadi harus ada akad, harus ada komunikasi mereka setuju atau tidak," kata Fikri kepada Suara.com, Senin (31/7/2017).
Fikri melihat keinginan Jokowi tersebut lebih pada nilai muamalahnya, dimana para jamaah haji meminjamkan uang mereka kepada negara untuk digunakan sebagaimana yang dibutuhkan. Namun, hal itu menjadi tidak benar jika dalam hal ini pemerintah langsung mengambil uang tersebut tanpa pemberitahuan pada para calon jamaah haji.
Baca Juga: Pro Kontra Dana Haji untuk Investasi, Fatwa dan Undang-undangnya
"Dipinjam harus jelas atau mau diinvestasikan juga harus jelas. Sehingga kalau tidak ada akad, tidak ada pernyataan, tidak ada persetujuan dari jamaah haji, saya kira ini tidak benar," ujar Fikri.
"Bahwa dipakai atau tidaknya, saya kira itu muamalah, itu kan boleh-boleh saja. Tetapi harus ada prosedur, harus ada persetujuan juga dari calon jamaah haji," Fikri menambahkan.
Menurut dia, sejauh ini para calon jamaah haji masih banyak keluhan pada pemerintah dan jarang mendapatkan tanggapan. Tapi ketika negara butuh, tiba-tiba uang yang mereka tabung akan diambil begitu saja.
"Kalau itu yang dilakukan pemerintah, ya saya kira ini akan menjadi presiden buruk bagi pemerintah," ucap Fikri.
Baca Juga: Fadli Zon Minta Dana Haji Untuk Bangun Hotel di Arab Saudi