"Cukup masalah ini sampai mama. Ko (kamu,red) perempuan sendiri, ko harus bisa liat Mama sebagai contoh dan rubah itu semua dan bisa angkat mama punya derajat. Dulu orang bilang Mama seperti ini seperti itu sampai Mama berpisah dengan Bapak itu engko harus bisa rubah. Tapi bukan berarti Ko jatuhkan Bapak punya derajat. Harus sama-sama angkat orang tua punya nama, ya. Banggakan orangtua," begitu bunyi pesang sang Ibu kepada Yosefa yang selalu terngiang setiap hari.
Masa lalu Yosefa di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) jauh dari menggembirakan. Yosefa adalah satu dari sekian banyak anak muda NTT yang harus menghadapi kerasnya kehidupan sejak belia. Tak hanya deraan kemiskinan, Yosefa kecil menjadi saksi hidup terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan ayahnya kepada ibunya.
Sejak usia enam tahun, gadis kelahiran 6 Agustus 1997 tersebut sudah tidak lagi merasakan adanya kehadiran sosok ayah dan kakak lelaki di rumahnya. Yosefa bahkan terpaksa hidup berpisah sementara dari sang ibu. Ia tinggal bersama pamannya. Sementara ibunya tinggal di desa lain dan berjualan kue demi menafkahi hidup mereka.
Baca Juga: Nikita Wetu, Pebisnis Belia Roti Goreng Dari NTT
Saat memasuki masa SMP, Yosefa berkumpul kembali dengan ibunya dan menyembuhkan traumanya dulu. Walau demikian, tidak mudah bagi Yosefa juga untuk menghapus trauma dirinya sendiri akan peristiwa KDRT yang menimpa ibunya sewaktu kecil.
Namun beratnya penderitaan hidup Yosefa tak lantas membuatnya berputus asa. Pada Agustus 2016, Yosefa bergabung dengan Youth Change Agent. Progam tersebut dijalankan Plan Internasional Indonesia yang menggandeng Kopernik untuk memberdayakan anak-anak muda. Salah satunya dengan cara mempromosikan barang teknologi dengan bahan bakar energi ramah lingkungan.
Melalui program ini, Yosefa dididik dan dibina untuk memasarkan barang-barang energi ramah lingkunga, Ada 9 jenis produk barang yang menggunakan energi ramah lingkungan yang dijual oleh Yosefa. "Seperti lampu tenaga surya, saringan air minum sehingga air kotor bisa dirubah menjadi layak minum, dan kompor ramah lingkungan," kata Yosefa pada Suara.com di Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Jerih payah Yosefa tak sia-sia. Berkat keaktifannya menjual barang-barang tersebut, dirinya memperoleh keuntungan minimal Rp500 ribu setiap bulan. Berkat usaha ini, ia mampu membiayai kuliahnya sendiri di Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT. "Sekarang saya kuliah untuk memperoleh masa depan yang lebih baik lagi," tutupnya.
Baca Juga: Karina Mecca dan Keisha Deisra, Pendiri Dulcet Patisserie