Program alih usaha penangkap benih lobster sampai saat ini telah memasuki tahap akhir bimbingan teknis pelatihan, dan proses distribusi sarana dan prasarana budidaya direncanakan akan didistribusikan pada Agustus 2017. Ini merupakan wujud pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memberikan alternatif agar ekonomi masyarakat tetap berjalan dengan baik meski mereka tidak menangkap benih lobster.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, bentuk dukungan KKP yang akan diberikan tahun ini dengan mengalokasikan bantuan sarana dan prasarana budidaya senilai Rp50 milar untuk mengembalikan profesi semula sebagai pembudidaya ikan. Masyarakat terlebih dahulu harus tergabung dalam kelompok, dan ke depan kelompok-kelompok tersebut bisa tergabung dalam koperasi atau membentuk wadah koperasi baru. KKP dalam hal ini akan meminta Kementerian Koperasi dan UMKM untuk memfasilitasi pembinaan terhadap koperasi tersebut.
"Melalui program ini diharapkan pendapatan masyarakat bisa mencapai Rp3,5 juta/ bulan dengan produksi ikan meningkat hingga 470 ribu ton per tahun dan menghasilkan 2246 pembudidaya ikan dengan target paket yang berhasil terserap sebanyak 2.2.46 paket di tiga lokasi, 1 provinsi, 3 kabupaten, dan 2.246 penerima", terang Slamet dalam keterangan resmi, Kamis (27/8/2017).
Baca Juga: Ini Jurus KKP Permudah Nelayan Akses Layanan Perbankan
Restocking Kerang Mutiara
Aktivitas penangkapan induk tiram mutiara dari alam secara over-exploitative telah berdampak terhadap penurunan stok induk tiram mutiara di alam. Indikasinya, unit pembenihan mutiara saat ini mulai kesulitan mendapatkan induk kerang mutiara. Untuk itu, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) merancang kegiatan penebaran kembali atau restocking untuk menjaga kelestarian stok tiram mutiara di alam. Jumlah tiram mutiara yang di-restocking sebanyak lebih dari 15 ribu ekor merupakan hasil pembenihan buatan yang dilakukan oleh Balai Perikanan Budidaya Air Laut Lombok.
Restocking dilakukan di perairan Gili Kendo, Kawasan Sambelia Lombok Timur dengan melibatkan Komite Pengelolaan Perikanan Laut (KPPL) kawasan Sambelia. KPPL adalah suatu komite yang merupakan kumpulan dari anggota masyarakat pantai yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, nelayan, pembudidaya ikan dan pihak terkait lainnya yang dibentuk secara swadaya sebagian peran parsitipatif masyarakat dalammenjaga kelestarian SDA kelautan dan perikanan.
Perikanan Lombok merupakan habitat asli jenis tiram mutiara Pinctada Maxima yang terkenal di mancanegara dengan sebutan “The Queen of Pearl” atau Ratunya Mutiara atau south sea pearl (SSP). Badan pusat statistik mencatat bahwa nilai perdagangan mutiara asal Indonesia dalam kuun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2012-2016) menunjukkan kinerja positif, dengan kenaikan rata-rata nilai ekspor sebesar 13,5 persen. Tahun 2016 nilai ekspor mutiara Indonesia mencapai 45,9 juta dolar Amerika Serikat (AS), di mana Indonesia saat ini masih diperhitungkan sebagai produsen utama mutiara jenis south sea pearl.
Pada Juli 2017, KKP telah melakukan restocking untuk jenis ikan endemik lokal 26,5 juta ekor benih. Untuk program pada 2018 pihak DJPB akan menambah bantuan benih ikan sebanyak dua kali lipat di mana semula hanya 100 juta ekor akan ditambah menjadi 200 juta ekor.
Baca Juga: KKP Beberkan Sebab Stok Garam Nasional Alami Kekurangan
“Kami mengusahakan agar realisasi program ini berjalan setransparan mungkin sehingga rekan-rekan media diharapkan dapat membantu bersama-sama mengawasi hingga program ini dapat berjalan lancar” tandas Menteri Susi