Per akhir Juni 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp3.706,52 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp34,19 triliun, dibandingkan jumlah di Mei 2017 yang sebesar Rp3.672,33 triliun.
Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat di Juni 2017 adalah 278,29 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah naik tipis dari posisi akhir Mei 2017 yang sebesar 275,68 miliar dolar AS.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan, utang itu kan akumulasi dari pemerintah sebelumnya dan jatuh tempo jaman Presiden Jokowi-JK. Eva menegaskan bahwa tidak ada presiden yang tidak utang.
Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Naik Jadi 317 Miliar Dolar AS
"Yang penting utang untuk hal-hal produktif terutama infrastruktur, bukan untuk konsumsi yang hampir tidak ada nilai tambah," kata Eva di Gedung Parlemen Senayan, Senin (24/07).
Menurut Eva, pemerintahan Jokowi selama tiga tahun ini hasilnya bagus. Seperti, rate investment kita bagus, Indonesia jadi tujuan Foreign Direct Investment (FDI) terbesar ke-4 di dunia, pengelolaan fiskal terbaik, bahkan reformasi perekonomian berjalan sampai indeks kepercayaan ke pemerintah tertinggi di dunia bersama Swiss.
"Secara teori, sepanjang rasio utang ke APBN masih di bawah 30 persen, maka Indonesia masih tergolong sehat. Pasalnya, banyak negara seperti Amerika dan Jepang rasio-nya 100 persen," pungkasnya.
Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, menyebutkan, sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Sampai Juni 2017, nilai penerbitan SBN mencapai Rp 2.979,5 triliun, naik dari akhir Mei 2017 yang sebesar Rp2.943,73 triliun.
Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp727,02 triliun, turun dari Mei 2017 sebesar Rp728,6 triliun.
Baca Juga: SBY Sebut Hutang Luar Negeri Indonesia Makin Bengkak