IPW Kritik Pembangunan Infrastruktur Abaikan Rumah Subsidi

Adhitya Himawan Suara.Com
Minggu, 23 Juli 2017 | 14:36 WIB
IPW Kritik Pembangunan Infrastruktur Abaikan Rumah Subsidi
Pembangunan perumahan subsidi di Citayam, Bogor, Jawa Barat. [Suara.com/Syaiful Rachman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Masifnya pembangunan infrastruktur memang harus dilakukan. Bayangkan saat ini jalan tol di Indonesia tidak sampai 1.000 km dibandingkan dengan Malaysia 3.000 km, apalagi Cina 60.000 kilometer bahkan saat ini mungkin sudah lebih lagi. Pembangunan infrastruktur pastinya akan membuat daerah-daerah menjadi lebih berkembang dan lebih produktif dalam pergerakan barang dan jasa.

Indonesia Property Watch mengapresiasi kinerja pembangunan infrastruktur di Indonesia yang terus dikejar. Namun demikian Indonesia Property Watch menyoroti berbagai masalah ketika infrastruktur tidak bersinergi dengan sektor lain khususnya hunian untuk rakyat. "Tidak hanya jalan tol melainkan semua yang menyangkut infrastruktur termasuk pembangunan LRT dan MRT sebagai bagian dari TOD (Transit Oriented Development)," kata Chief Executive Officer (CEO) IPW, Ali Tranghanda di Jakarta, Minggu (23/7/2017).

Tercatat harga tanah di rencana simpul-simpul MRT di sekitaran Lebak Bulus, tanah-tanah di sekitar Cimanggis dan Bekasi Timur yang direncanakan dilintasi LRT telah naik beberapa kali lipat dalam 2 tahun terakhir. Yang seharusnya tanah-tanah di simpul-simpul TOD tersebut dapat digunakan untuk penyediaan hunian murah untuk rakyat. "Pemerintah absen untuk dapat mengamankan tanah-tanah tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Infrastruktur Asian Games 2018 Akan Tuntas Sesuai Jadwal

Belum lagi bila kita melihat perencanaan pengembangan kota-kota baru termasuk Kota Baru Maja yang kurang memerhatikan dampak dari pembangunan infrastruktur. Bahkan sebelum jalan dan infrastruktur dibangun, harga sudah naik dan akan menjadi terlalu tinggi ke depan sehingga semakin sulit untuk membangun rumah murah disana. Di sisi lain, pemerintah tidak tanggap untuk segera dapat melakukan zonasi khusus untuk rumah murah. Tidak ada zoning khusus, sehingga siapapun bisa membebaskan lahan seenaknya dan aksi spekulasi akan terus tumbuh.

"Artinya dengan pembangunan infrastruktur yang berdampak terhadap kenaikan harga lahan - bila tidak ada upaya pemerintah untuk mengendalikan harga tanah - maka tanah-tanah yang tadinya bisa dibangun hunian murah menjadi semakin terbatas bahkan mungkin habis," jelasnya.

Di satu sisi pembangunan infrastruktur akan berdampak luar biasa, namun pemerintah perlu diingatkan untuk dapat juga mengamankan tanah-tanah yang masih bisa digunakan untuk hunian murah agar tidak terus naik. Perlu segera di buat tata ruang yang khusus untuk zoning hunian rakyat sehingga aktivitas spekulasi di zona tersebut tidak berkembang. "Kalaupun akan dilakukan pengembangan lahan, perijinan tidak akan keluar kecuali dikembangkan sebagai hunian murah,” tambah Ali.

Hal ini beralasan, karena saat ini dikhawatirkan tanah-tanah di simpul TOD hampir semua telah dikuasai oleh swasta bahkan BUMN pun memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk pembangunan properti. Yang sangat disayangkan adalah pengembangan properti yang dimaksud bukan diperuntukan untuk hunian atau apartemen murah melainkan komersial.

BUMN Karya seharusnya dapat menjadi yang terdepan dalam pengembangan rumah atau rumah susun murah berbasis TOD. Jangan malah memanfaatkan posisi BUMN-nya untuk menguasasi lahan-lahan di seputaran TOD. Kondisi saat ini sangat disayangkan mengingat perencanaan infrastruktur yang ada tidak sejalan dengan konsep TOD yang seharusnya dapat bersinergi dengan perencanaan zoning hunian murah di sekitar simpul TOD," sesal Ali.

Baca Juga: Kementerian PUPR Bangun 1.147 unit Rumah Subsidi di Riau

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI