Program Sejuta Rumah sejak dicanangkan tahun 2015 belum juga memperlihatkan hasil yang signifikan. Meskipun beberapa hal telah dilakukan, namun pencapaian target relatif masih rendah. Realisasi penyaluran KPR FLPP selama tahun 2015 mencapai 75.489 unit dan di tahun 2016 menurun menjadi 58.469 unit. Hasil ini masih meleset jauh dari target yang ada.
Indonesia Property Watch (IPW) menyoroti fundamental pasar perumahan nasional yang diperkirakan masih lemah terkait juga mind set yang salah dalam memetakan pasar perumahan rakyat. Program Sejuta Rumah dianggap keluar dari visi pemerintah sebagai public housing. Jika berbicara mengenai public housing seharusnya pemerintah yang memegang tanggung jawab utama dan bukannya pihak swasta.
“Saat ini tidak sampai 10 persen dari rencana target pembangunan rumah FLPP yang dibangun oleh pemerintah, sedangkan sisanya pemerintah masih membebankan targetnya kepada pengembang swasta. Ini menjadi salah satu fakta, mind set pemerintah dalam menangani public housing yang salah,” terang Ali Tranghanda, CEO IPW di Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Baca Juga: IPW Tagih Janji Kementerian ATR Untuk Membentuk Bank Tanah
Menurut Ali bila public housing dibebankan kepada swasta pastinya ada motif bisnis sekecil apapun, meskipun diakui di sisi lain pemerintah kekurangan anggaran untuk membangun rumah FLPP. Karenanya untuk jangka panjang, peran bank tanah harus mendapat perhatian penuh pemerintah terkait keberlangsungan ketersediaan lahan untuk rumah murah. Pemerintah harus segera membentuk dan mengkonsolidasikan tanah-tanah yang masih mungkin untuk dikembangkan rumah murah. Dengan langkah ‘pengamanan’ ini diperkirakan lahan untuk rumah FLPP dapat terjamin di masa mendatang, dimana saat ini pemerintah tidak sanggup mengendalikan harga tanah yang ada.
Belum lagi dengan kinerja infrastruktur yang juga berjalan masing-masing dengan penyediaan rumah. Meskipun di satu sisi pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan perkembangan suatu wilayah, namun di sisi lain hal ini juga dapat mendongkrak harga tanah lebih tinggi lagi. Pemerintah harus dapat mengamankan tanah-tanah di simpul-simpul infrastruktur sebelum terlambat. Dan ini tidak dilakukan oleh pemerintah. Alih-alih membuat sebuah wilayah berkembang, ketersediaan lahan untuk hunian murah semakin terancam.
“Sektor perumahan harus dipikirkan sebagai program strategis jangka panjang. Bila saat ini pemerintah tidak tanggap mengenai hal tersebut, dan hanya fokus infrastruktur saja, maka dalam jangka panjang ketersediaan rumah bagi rakyat semakin terancam,” jelas Ali.
Kekhawatiran Ali ini cukup beralasan mengingat saat ini belum ada fundamental perumahan yang kuat untuk dapat menjamin ketersediaan lahan untuk rumah rakyat di masa mendatang.
Ali juga menkritik tajam minimnya peran BUMN Karya di tengah slogan ‘BUMN Hadir Untuk Negeri’, namun keberpihakan untuk penyediaan hunian untuk rakyat terabaikan. Di saat kucuran dana dari pemerintah sebesar Rp10,7 triliun untuk BUMN Karya, diperkirakan hanya sebesar 5 persen yang diperkirakan untuk kebutuhan perumahan yang dikucurkan kepada Perum Perumnas termasuk PT SMF.
Baca Juga: IPW Akui Isu Politik Jelang 2019 Pengaruhi Investasi Properti
"Dengan dana yang minim untuk perumahan dan dipangkasnya anggaran FLPP dari Rp9,7 trilun menjadi Rp3,1 triliun, memerlihatkan bahwa saat ini sektor perumahan belum dianggap strategis," kritik Ali.