Indonesia Property Watch (IPW) mendukung rencana pemindahan Ibukota oleh pemerintah. Pembentukan sebuah kota baru membutuhkan persiapan yang sangat matang, karena membutuhkan effort yang luar biasa. Perubahan besar akan terjadi disertai dengan risiko yang sangat tinggi. Dengan berpindahnya ibukota maka banyak pola aktivitas yang juga berubah termasuk perubahan sosio-budaya dan lainnya yang harus mendapat perhatian.
"Rencana pemerintah menyiapkan lahan seluas 300.000 ha di Palangkaraya membutuhkan konsistensi pengembangan yang luar biasa," kata Ali Tranghanda, CEO IPW di Jakarta, Selasa (11/7/2017).
Luas tersebut 4-5 kali lebih besar dari Ibukota DKI Jakarta saat ini. Dari luas tersebut mungkin harus dipersiapkan kawasan-kawasan strategis yang dapat dijadikan pusat pemerintah dalam skala yang lebih kecil dan bertahap. Bandingkan juga dengan pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD) seluas 6.000 ha yang setelah 30 tahun lebih, belum juga rampung sepenuhnya dengan development rate rata-rata diperkirakan 127 ha/tahun.
Baca Juga: IPW Kritik Pemerintah Gagal Paham Masalah Perumahan Subsidi
IPW menyoroti pemindahan ibukota jangan sampai menjadi ajang spekulasi. Pasalnya belum ada satu kota di Indonesia yang telah memiliki pola rencana kota dengan baik. “Bila pemerintah berencana memindahkan ibukota, harusnya diawali dengan persiapan yang matang terkait master plan. Tanpa master plan yang jelas, pembangunan sebuah kota hanya akan menjadi amburadul”, jelas Ali.
Jangan sampai terulang di kota-kota lain yang sarat dengan spekulasi, Ali mengingatkan pemerintah untuk dapat mem-plot tata ruang khusus untuk pengembangan rumah rakyat. Sampai saat ini belum ada kota yang betul-betul mengakomodir peruntukan khusus untuk perumahan rakyat. Dengan plot area ini maka aksi spekulasi lahan di area tersebut tidak akan terjadi, karena siapapun tidak bisa membebaskan lahan disana bila tidak dibangun rumah murah.
Selain itu IPW menyoal mengenai kinerja pengembangan infrastruktur yang saat ini dibangga-banggakan pemerintah. “Dari satu sisi, pembangunan infrastruktur di Indonesia diapresiasi dengan baik. Dengan dibukanya lahan ibukota baru, maka pembangunan infrastruktur akan menjadi motor penggerak yang luar biasa,” jelas Ali.
Namun demikian, Ali menjelaskan bahwa masuknya pembangunan infrastruktur ke dalam sebuah wilayah akan mendongkrak harga tanah yang sangat tinggi yang dapat menjadi faktor negatif dalam pengembangan sebuah kota dalam jangka panjang. Karenanya menjadi keharusan master plan dibuat sebelum infrastruktur dibangun. Tanpa perencanaan seperti itu, maka harga tanah akan melambung dan pemerintah akan kesulitan untuk mengendalikan harga tanah. Dan itu juga yang terjadi berkaca dari pengembangan Kota Maja. Harga terus naik dan penyediaan rumah murah semakin terpinggirkan karena pemerintah tidak dapat mengendalikan harga tanah. Karenanya dengan rencana infrastruktur yang ada, pemerintah harus siap untuk segera ‘mengamankan’ lahan-lahan di simpul-simpul yang ada agar jangan jadi obyek spekulasi dengan membentuk bank tanah.
Untuk urusan pembiayaan, pemerintah tidak usah takut kekurangan dana dari APBN. Strategi pembiayaan dengan mendatangkan investor sangat terbuka lebar. Artinya dengan luasan yang besar tersebut, pemerintah tidak perlu mengeluarkan modal untuk keseluruhan lahan dan bisa bekerja sama dengan investor baik lokal maupun mancanegara, dan itu juga yang dilakukan pengembang-pengembang besar dalam mengembangkan sebuah kota baru.
Baca Juga: IPW: Banyak Pengembang Rumah Murah Terbebani Uang Siluman
Yang terakhir yang mungkin menjadi sangat penting dalam jangka panjang, adalah mengenai seberapa besar komitmen dan konsisten pemerintah dalam memindahkan dan mengembangkan ibukota baru. Beberapa kali rencana pemindahaan ibukota terganjal karena masalah politik. Jangan sampai perubahan yang sudah dilakukan, berhenti di tengah jalan, mengingat luas pengembangan yang sangat besar dan waktu yang sangat panjang.
"Semua permasalahan teknis seharusnya dapat dijawab, namun yang lebih berbahaya dalam rencana pemindahan ibukota ini adalah unsur politik yang sangat kental yang dapat mengganggu keberlanjutan pengembangan ibukota baru," tutup Ali.