Suara.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan membenarkan bahwa gula pasir merupakan komoditas yang tidak masuk dalam jajaran barang tak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan kata lain, gula merupakan barang yang dikenai PPN 10 persen.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi XI DPR RI M. Sarmuji menilai, penerapan PPN Gula sulit untuk dilakukan jika problem yang melilit petani tebu belum diatasi. Salah satu keluhan petani tebu adalah rendemen gula yang rendah akibat teknologi pada pabrik gula kita.
"Jika rendemen gula bisa dibenahi misalkan bisa meningkat sekitar 7 persen menjadi rata-rata 9 persen, maka penerapan PPN bisa terkompensasi dan petani merasa tidak dirugikan," kata Sarmuji di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Sarmuji menegaskan agar pemerintah melaksanakan kewajibannya dulu membenahi pabrik gula yang bisa berefek pada peningkatan rendemen gula, baru kemudian berfikir mengenakan PPN gula 10 persen.
Baca Juga: Menhub Buka Pintu Revisi Regulasi Angkutan Online
Menurutnya, dengan usaha menaikkan rendemen terlebih dulu, jika dikenakan PPN, pemerintah mendapatkan pemasukan tanpa mengurangi kesejahteraan petani tetapi in-efisiensi ekonomi yang berkurang.
Terkait apakah lintas kementerian perlu berkoordinasi sebelum merealisasikan kebijakan tersebut sehingga ketika kebijakan tersebut diterapkan tidak membebani petani tebu, menurut Sarmuji, sangat perlu bukan saja ke Kementerian Pertanian, tapi juga dengan menteri BUMN yang membawahi pabrik gula.
"Pada dasarnya pemerintah itu satu badan. Jadi, sebelum mengeluarkan kebijakan harus berkoordinasi dulu secara internal," ujarnya.