Per 30 Juni 2017, 7-Eleven atau Sevel secara resmi telah menutup seluruh gerainya yang ada di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akhirnya mengungkapkan alasan Sevel menutup gerainya di Indonesia.
Menurut Enggar, tutupnya sevel ini lantaran pihak perusahan tidak berani mengambil keputusan. Sehingga ditengah perusahaan mengalami kerugian, Sevel tidak ada bisa menentukan arahnya.
"Jadi ini memang murni permasalahan internal. Jadi dalam satu kegiatan usaha kalau dia terus-menerus merugi maka pemegang saham atau direksi harus berani cut loss, berani ambil keputusan," kata Enggar saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2017).
Pada dasarnya, menurut Enggar, masalah yang dihadapi ileh Sevel ini bisa diperbaiki melalui investasi yang baru oleh pemilik baru, namun keputusan tetap ada di manajemen perusahaan. Seperti diketahui, sebelumnya PT. Charoen Pokphand Tbk (CPIN) juga sempat berencana mengambilalih bisnis 7-Eleven, namun batal diakuisisi. Sehingga sevel memutuskan untuk menutup gerainya karena tidak mendapat suntikan modal.
Baca Juga: Penasaran 7-Eleven Bangkrut, Mendag akan Temui Pihak Pengelola
"Apakah ada kemungkinan diperbaiki dengan investasi berikutnya, pola dan sebagainya itu murni bussiness judgement," ujarnya.
Sejarahnya, Sevel masuk ke Indonesia pada tahun 2008. Ia dikelola oleh PT Modern Sevel Indonesia, anak dari PT Modern International Tbk. Sevel merupakan terobosan bisnis dari Modern Grup yang saat itu tengah mengalami kelesuan. Di tengah kelesuan bisnis, Modern Grup akhirnya memutuskan untuk membeli lisensi waralaba 7-Eleven alias Sevel. Langkah ini ternyata mampu menyelamatkan bisnis Grup Modern.
Di Indonesia, Sevel hanya ada di Jakarta. Rencana ekspansi ke kota-kota besar lain seperti Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Palembang belum sempat terealisasi.
Di seluruh dunia, Sevel tersebar di 17 negara dengan jumlah gerai menapai 58.300. Dua pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat dan Jepang. Toko kelontong ini memang berdiri di Texas sejak 1927 dengan nama awal Tote'm Stores. Nama Sevel baru digunakan pada 1946, saat toko itu hanya buka sejak pukul 7 pagi sampai 11 malam.
Tahun 1991, Southland Corporation—pemilik Sevel—menjual sebagian besar sahamnya ke perusahaan jaringan supermarket Jepang bernama Ito Yokado. Seluruh saham Sevel diambil alih oleh pihak Jepang pada 2005.
Setiap tahun, ada sekitar 30 sampai 60 gerai Sevel baru dibuka di Jakarta. Ini membuat jumlah gerai Sevel terus bertambah. Tahun 2011, hanya ada 50-an gerai Sevel. Tahun 2012, jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat.
Hingga tahun 2014, jumlah gerai Sevel di Jakarta mencapai 190. Di tahun itu juga, sebanyak 40 gerai baru Sevel dibuka. Penjualan bersih pun naik 24,5 persen menjadi Rp971,7 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp778,3 miliar. Tahun 2014 bisa disebut sebagai puncak kejayaan Sevel.
Sayangnya, pada tahun berikutnya, penjualan Sevel menurun, pun begitu dengan jumlah gerainya. Pada tahun 2015 itu, total penjualan bersih Sevel turun menjadi Rp886,84 miliar. Untuk pertama kalinya Sevel melakukan penutupan gerai. Tahun itu, ada 20 gerai yang ditutup. Sementara gerai baru hanya dibuka 18, angka terkecil penambahan gerai sejak 2011.
Puncaknya, mulai Jumat (30/6/2017), Modern memutuskan menutup sisa 136 toko setelah kesepakatan Rp1 triliun untuk menjual kepemilikan kepada konglomerat Charoen Pokphand tidak berjalan mulus pada awal Juni, hanya enam pekan sejak diumumkan.