“Kita diberikan keleluasaan untuk menyeleksi siapa saja yang diloloskan usahanya dan berhak mendapatkan pinjaman. Ini untuk menghindari penyalahgunaan pinjaman yang seharusnya untuk usaha tetapi digunakan untuk membayar hutang, karena banyak warga yang terbelit rentenir,” ujarnya.
Dia menambahkan, sejak tahun lalu pihaknya juga mulai melakukan pemetaan sanitasi di lingkungan warganya. Bersama dengan Ketua RW setempat, dia melakukan pendataan dari rumah ke rumah, menandai rumah yang memiliki drainase buruk, dan tidak memiliki septic tank.
Rumah-rumah tersebut nantinya akan menjadi penerima manfaat bantuan infrastruktur permukiman program Kotaku berupa pembuatan septic tank komunal maupun septic tank individual.
“Di sini banyak yang punya jamban tetapi tidak punya septic tank. Saluran got jadi bau dan mampet. Bakteri E-Coli-nya juga tidak baik untuk kesehatan,” ujarnya.
Baca Juga: Meneropong Keindahan Jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo menyatakan Kotaku dilaksanakan di 11.067 kelurahan yang berada di 269 kabupaten/kota, 34 provinsi seluas 38.000 hektare kawasan kumuh untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20015-2019, yaitu 100-0-100 atau 100 persen air minum, 0 persen kawasan kumuh, dan 100 persen sanitasi.
Program ini secara khusus bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur yang memadai dalam rangka mengurangi kumuh berdasarkan pada 7 + 1 indikator kumuh, yaitu keteraturan bangunan dan lingkungan, drainase, air bersih, sanitasi, pengelolaan sampah, penanggulangan kebakaran dan ruang terbuka hijau.
Sejauh ini, pencapaian program tersebut sebesar 71,5 persen air minum, 8,5 persen kawasan kumuh, dan 64 persen sanitasi. Untuk mencapai target tersebut, Sri menyatakan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan APBN, tetapi juga perlu memanfaatkan dana investor melalui proyek Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan.