Menkeu Sri Mulyani Teken Kesepakatan Penghindaran Pajak

Jum'at, 09 Juni 2017 | 12:36 WIB
Menkeu Sri Mulyani Teken Kesepakatan Penghindaran Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dan Gubernur BI Agus Martowardojo mengikuti rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (6/6).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Multilateral Instrument on Tax Treaty atau MLI di Kantor Pusat Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD Paris Pada 7 Juni 2017 lalu.

MLI merupakan upaya bersama secara global untuk mencegah praktik-praktik yang dilakukan wajib pajak/badan usaha, untuk mengalihkan keuntungan dan menggerus basis pajak suatu negara (Base Erosion and Profit Shifting).

Bersama 68 negara, Sri Mulyani menjadi perwakilan Pemerintah Indonesia yang ikut bagian untuk mencegah praktik-praktik penghindaran pajak tersebut.

Dengan penandatanganan ini, Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty.

Baca Juga: INDEF Nilai Revisi Pembatasan Dana Rekening Perpajakan Tak Tepat

Beberapa bentuk penghidaran yang kerap dilakukan badan usaha adalah dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia.

"Kita harus terus menerus berjuang untuk memerangi penghindaran dan pengalihan pajak oleh pembayar pajak Indonesia, termasuk melalui pengumpulan informasi perpajakan, baik yang ada di Indonesia maupun yang ditempatkan dan disembunyikan di luar Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ikut dalam kesepakatan pertukaran informasi untuk keperluan perpajakan atau Automatic Exchange of Information," kata Ani, Jumat (9/6/2017).

Setelah 68 negara ikut menandatangani MLI, dalam waktu dekat akan segera disusul oleh 30 negara lainnya. Tanpa kerja sama internasional, para wajib pajak, terutama 1-5 persen orang terkaya dan badan usaha, akan mudah menghindari kewajiban membayar pajak.

"Tanpa pajak kita tidak mampu menjaga keutuhan dan kemerdekaan kita, dan tidak mungkin menciptakan Indonesia yang maju, adil dan makmur serta bermartabat," ujarnya.

Sebagai penyumbang penerimaan negara terbesar, menurut Menkeu, pajak memegang peran penting dalam pembangunan negeri.

Baca Juga: Pemerintah Revisi Batas Minimal Saldo Wajib Lapor Pajak Rp 1 M

"Bila Indonesia tidak mampu mengumpulkan pajak, terutama dari kelompok terkaya dan masyarakat yang mampu, maka kita tidak akan mampu membangun sekolah, madrasah, dan pendidikan yang baik, tidak mampu membayar anggaran kesehatan yang cukup, tidak mampu membayar guru, polisi, tentara, hakim, tidak mampu membantu petani, nelayan, dan usaha kecil, dan Indonesia tidak mampu membangun infrastruktur, air bersih, jalan raya, listrik, pelabuhan, dan lain-lain," kata Ani.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI