Ada 25 Juta Orang Indonesia Masih Tanpa Akses Listrik

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 07 Juni 2017 | 14:03 WIB
Ada 25 Juta Orang Indonesia Masih Tanpa Akses Listrik
Ilustrasi lampu. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kapasitas dan elektrifikasi pembangkit listrik merupakan isu utama bagi pembuat kebijakan di Indonesia. Sementara rasio elektrifikasi Indonesia mendekati 90 persen, sekitar 25 juta orang Indonesia masih tanpa akses terhadap listrik. Investasi besar dibutuhkan untuk memasok dan mendistribusikan tenaga yang dapat diandalkan untuk rumah tangga dan industri di seluruh negeri.

Potensi batu bara di Indonesia terpusat di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Pada 2025, pemerintah mengharapkan batubara untuk memenuhi sekitar 30 persen kebutuhan energi utama Indonesia. Pada tahun 2050, batu bara diproyeksikan mencapai 25 persen bauran energi utama Indonesia. Pada saat yang sama, Indonesia telah menetapkan target energi terbarukan 23 persen dalam bauran energinya pada tahun 2025, pengurangan energi dalam intensitas tahunan sebesar 1 persen sampai 2025, dan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030.

Kedutaan Besar Denmark dan Kedutaan Besar Swedia di Jakarta, bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sedang mendukung sebuah studi oleh International Institute for Sustainable Development (IISD) yang bertujuan untuk membandingkan biaya sebenarnya untuk menghasilkan listrik dari batubara dan energi terbarukan.

Baca Juga: APLSI: Pengembangan Industri Listrik Penting Bagi Suatu Negara

Casper Klynge (Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Timor-Leste, Papua Nugini and ASEAN) mengatakan bahwa Denmark dan Indonesia memiliki kemitraan energi yang luas yang bertujuan membantu Indonesia mencapai target ambisius di sektor energi.

"Studi ini dimaksudkan untuk memberi informasi yang seimbang kepada pengambil keputusan mengenai konsekuensi berbagai pilihan pembangkit energi. Biaya pembangkit listrik dari sumber yang berbeda, termasuk biaya eksternalitas, harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya dan diperhitungkan dalam model ekonomi agar dapat mencapai biaya listrik sebenarnya. Denmark siap untuk berbagi pelajaran yang dipetik di sektor kelistrikan dengan Indonesia dan untuk membantu Indonesia dalam mencapai masa depan energi yang lebih berkelanjutan tanpa membahayakan keamanan energi," kata Casper dalam keterangan resmi, Rabu (7/6/2017). 

Johanna Brismar Skoog (Duta Besar Swedia untuk Indonesia) mengatakan bahwa pada saat Pemerintahan AS memutuskan untuk meninggalkan Kesepakatan Paris, semakin penting bahwa seluruh dunia menunjukkan kepemimpinan pada masalah mitigasi iklim. Swedia, Uni Eropa, Negara-negara Nordik dan anggota G7 lainnya berpegang teguh pada komitmen tersebut. Indonesia berada pada posisi yang sangat baik melalui kelimpahan sumber energi terbarukan untuk mencapai target ambisiusnya, baik untuk energi terbarukan maupun iklim.

"Laporan oleh IISD merupakan kontribusi untuk diskusi berkelanjutan mengenai masa depan energi untuk Indonesia," ujarnya.

Bambang Adi Winarso (Staf Ahli Bidang Pengembangan Daya Saing Nasional Kemenko Perekonomian) mengatakan bahwa sektor energi telah merencanakan untuk mulai mengalihkan perannya dari sektor-sektor yang memberikan pendapatan negara terbesar ke sektor ini yang memberi dukungan kepada sektor lain. Dukungan finansial terhadap sektor energi akan tetap penting untuk terus memberikan kontribusi dalam perekonomian.

Baca Juga: APLSI Sebut Tiga Tantangan Industri Listrik Nasional

"Dengan tujuan bersama ini, saya optimis bahwa kita dapat menetapkan kondisi yang tepat yang dibutuhkan, dan kita harus memperkuat tekad kita untuk bekerja sama mewujudkan hal ini," ujar Bambang.

Richard Bridle, Penasehat Kebijakan Senior dari IISD mengatakan bahwa tidak hanya emisi yang terkait dengan kekuatan batubara merupakan kontributor signifikan terhadap perubahan iklim global, namun ada juga dampak negatif lainnya, seperti dampak kesehatan yang terkait dengan polusi udara. Dalam laporan ini, IISD menunjukkan bahwa ketika biaya penuh batubara, termasuk dampak ini, dipertimbangkan, batubara tidak semurah yang diperkirakan.

"Kami mendorong Indonesia untuk memilih energi terbarukan dan bukan batu bara sejauh ini, terutama karena tren global menunjukkan biaya sumber energi terbarukan seperti surya menjadi lebih kompetitif secara ekonomi daripada sebelumnya, " jelas Richard.

Peluncuran Laporan pada tanggal 7 Juni 2017 diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia. Peluncuran ini dihadiri oleh Duta Besar Denmark, Duta Besar Swedia, dan Staf Ahli Bidang Pengembangan Daya Saing Nasional Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso. Acara ini juga akan menampilkan diskusi panel dengan perwakilan dari berbagai pemangku kepentingan seperti kementerian dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI