Menko Maritim Luhut Pandjaitan mengadakan jamuan makan siang dengan perwakilan negara-negara ASEAN untuk memberi penjelasan singkat menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Sampah Plastik di Laut pada September mendatang.
Pada jamuan yang diselenggarakan di Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada hari Senin (5/6/2017) waktu setempat, Menko Luhut menyampaikan pentingnya Konferensi ini, untuk itu diperlukan kerjasama 10 negara anggota ASEAN.
“Sampah plastik laut ini telah menimbulkan kerugian sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi. Ini bisa berujung kepada malapetaka jika kita tidak segera bergerak karena pengangguran bisa menimbulkan masalah kemiskinan dan sosial dan akan berujung pada radikalisme dan terorisme,” ujar Menko Luhut.
Baca Juga: Luhut Terpilih Jadi Wakil Presiden Konferensi Kelautan Dunia PBB
Untuk mengatasi masalah tersebut, Menko Luhut mengatakan, Indonesia telah bekerjasama dengan Bank Dunia dan Denmark untuk mengadakan penelitian di 15 lokasi di Indonesia dan mengadakan kerjasama dengan Amerika Serikat untuk meneliti ikan yang mengkonsumsi plastik di laut.
Aksi Nasional
Lebih lanjut Menko Luhut menjelaskan kantornya, Kemenko Kemaritiman telah menganalisa dan membuat beberapa rencana aksi untuk mengatasinya.
“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sampah plastik juga banyak dibuang dari kapal-kapal di perairan. Sampah plastik di dunia ini ternyata 2/3 nya datang dari peraiaran Asia Selatan, “ jelasnya.
Ia menyampaikan beberapa rencana aksi yang telah dibuat Indonesia seperti kampanye merubah perilaku masyarakat, mengurangi kebocoran berbasis lahan, kebocoran berbasis laut, mengurangi produksi dan penggunaan plastik hingga meningkatkan mekanisme pendanaan, reformasi kebijakan dan yang terpenting penegakan hukum.
Baca Juga: Luhut: Masalah Sampah Plastik di Laut Berujung ke Aksi Terorisme
“Pada tingkat daerah kami bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengelola limbah dan meminta mereka mencegah pembuangan sampah plastik ke laut. Pada tingkat nasional kami melakukan kampanye untuk merubah paradigma masyarakat tentang sampah dan melalui kurikulum di sekolah, kami mengajarkan kepada generasi muda untuk menghormati wilayah pesisir dan menghentikan pemborosan energi," ujarnya.
Indonesia, menurut Menko Luhut, juga telah melakukan pengurangan penggunaan tas plastik, mendorong penggunaan plastic dari bahan alternatif dan sedang mempelajari untuk memanfaatkan limbah plastik untuk campuran aspal jalan.
Selain Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur mengenai sampah plastik laut di Indonesia pada bulan September mendatang. Indonesia juga mengadakan diskusi konkret mengenai hal ini pada Konferensi Ekonomi Biru Asosiasi Pelaut Samudra Hindia bulan lalu di Jakarta.
“Minggu lalu, saya menghadiri Konferensi G20 tentang Sampah Laut di Bremen, Jerman dan dengan ini saya sampaikan bahwa G20 telah mengadopsi Rencana Aksi untuk sampah laut. Ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk mencegah dan mengurangi sampah laut,” kata Menko Luhut.
ASEAN
Menko Luhut menyampaikan pada pertemuan East Asia Summit yang diadakan pada tanggal 22 November 2015 di Kuala Lumpur, pemimpin EAS dan ASEAN dengan tegas menyatakan bahwa pencemaran laut adalah tantangan lintas batas yang harus ditangani secara efektif untuk mencapai pembangunan laut yang berkelanjutan.
Kesimpulan ini didasarkan pada kepedulian negara-negara EAS yang kuat terhadap kesehatan laut dan lautan. Hampir semua negara peserta EAS adalah negara pesisir yang memiliki nilai maritim dan kesehatan laut sebagai kunci pengembangan ekonomi. Banyak negara ASEAN merupakan eksportir utama produk makanan laut dan juga kelautan.
“Secara strategis, kerjasama kelautan untuk menyelesaikan masalah plastik laut dapat menjadi fondasi yang kuat untuk memperkuat kerjasama kelautan yang ada serta menjembatani perbedaan pandangan negara-negara tersebut tentang pengelolaan limbah, seperti pelaksanaan Proyek Limbah ke Energi dan kerjasama di bidang pengelolaan limbah seperti investasi,” kata Menko Luhut.
Dalam pengelolaan limbah-ke-energi juga bisa menjadi pendorong ekonomi baru dan merangsang keterlibatan sektor swasta yang jauh yang secara langsung menguntungkan masyarakat. Intinya, negara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi eksternalitas negatif terhadap lingkungan, sehingga menyajikan contoh konkret pembangunan berkelanjutan.
“Atas dasar ini, saya ingin meminta dukungan Anda untuk bersama-sama memperkuat kerja sama kami di wilayah kita untuk mengatasi masalah kritis ini dengan membangun kesadaran regional tentang polusi sampah plastik, mempromosikan keterlibatan sektor swasta, lembaga penelitian dan gerakan akar rumput. Sebelum konferensi EAS, ASEAN harus memiliki pandangan yang sama dalam masalah ini,” katanya.
Konferensi Tingkat Tinggi Sampah Plastik di Laut akan diselenggarakan awal bulan September di Bali, diikuti antara lain oleh China, India, the Amerika Serikat, Rusia and Jepang, New Zealand, Australia dan ASEAN.