Kenaikan inflasi yang disebabkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah sebagai konsekuensi logis dari structural reform di bidang energi. Ini perlu dilakukan dalam rangka menyehatkan kondisi fiskal negara.
Meski demikian, menurut anggota Komisi XI DPR RI Donny Imam Priambodo, inflasi hanya bersifat one shot, temporer, hanya di tahun 2017 dan diharapkan akan kembali rendah di tahun mendatang.
"Oleh karena itu, sangat penting membangun komunikasi yang kontinyu dan kredibel dengan pasar (market)," kata Donny di Jakarta, Minggu (3/6/2017).
Baca Juga: Nasdem Minta Pemerintah dan BI Jaga Inflasi Pangan
Jika komunikasi yang dimaksudkan Donny berhasil dilakukan dengan baik, serta mampu menjelaskan naiknya inflasi karena kebijakan BBM adalah sesuatu yang positif, maka diharapkan ekspektasi inflasi dapat ditekan.
Seandainya ada kenaikan harga BBM dan LPG, kata Donny, maka penting untuk menjaga dampak lanjutan dari kenaikan harga tersebut kepada kenaikan ongkos angkutan minimal.
Umumnya angkutan dalam kota dan angkutan antar kota yang paling tinggi melakukan penyesuaian harga setiap ada kenaikan harga BBM. Hal ini bisa berakibat harga barang lainnya termasuk pangan juga akan naik karena ongkos transportasi yang ikut naik atau menjadi mahal.
"Oleh karena itu pemda/instansi terkait perlu membatasi maksimal daripada kenaikan ongkos angkutan," ujarnya.
Dikatakan politisi Nasdem ini, inflasi bulan Juni diperkirakan akan mencapai tingkat yang tinggi. Kondisi ini dikarenakan tidak saja karena dampak puasa dan lebaran yang berakibat kenaikan permintaan (inflasi inti), tetapi juga karena kenaikan TTL 900 VA tahap III (terakhir) pelanggan paska bayar (administered price).
Baca Juga: BI Sebut Inflasi Mei 2017 Sejauh Ini Terkendali
"Perkiraan awal IHK juni dapat meningkat sekitar 0,8 persen-0,9 persen mtm," tukasnya.