CITA: Mayoritas Deklarasi Harta Tax Amnesty Adalah Aset Keuangan

Senin, 22 Mei 2017 | 13:20 WIB
CITA: Mayoritas Deklarasi Harta Tax Amnesty Adalah Aset Keuangan
Pelayanan pajak di kantor KPP Pratama Jakarta Menteng Dua, Jakarta, Rabu (7/12). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Praswoto, mengatakan bahwa data pengampunan pajak yang dilakukan Kementerian Keuangan telah mengkonfirmasi bahwa jenis harta yang terbanyak dideklarasikan adalah aset keuangan.

"Jumlahnya sebesar Rp2.900 triliun atau 56 persen dari total deklarasi harta, dan sekitar Rp 2.100 triliun berada di dalam negeri," kata Yustinus dalam keterangan resmi, Minggu (21/5/2017).

Hal ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak bahkan kesulitan untuk menjangkau data wajib pajak di dalam negeri. Fakta ini tentu saja menjawab problem mendasar stagnasi rasio pajak yaitu terbatasnya akses terhadap data keuangan/perbankan. Dalam konteks efektivitas pemungutan pajak, kuncinya adalah mengawinkan “siapa (identitas) melakukan apa (aktivitas).

"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan menjadi pintu pembuka, sehingga pekerjaan rumah berikutnya adalah integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Nomor Induk Kependudukan (NIK)," ujar Yustinus.

Baca Juga: CITA: Perppu No 1 Tahun 2017 Adalah Era Baru Perpajakan Nasional

Perppu ini mengatur kewenangan Ditjen Pajak mendapatkan akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (kebutuhan domestik) dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan. Lembaga jasa keuangan meliputi perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan/entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan secara berkala wajib menyampaikan laporan yang berisi identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

Kewenangan yang besar untuk mengakses data (transparansi) harus diimbangi dengan akuntabilitas, yaitu klausul “confidentiality and data safeguard” yang menjamin perlindungan data nasabah/wajib pajak dari penyalahgunaan di luar kepentingan perpajakan (fishing expedition).

"Untuk itu perlu jaminan bahwa klausul ini akan dimaksukkan dalam revisi UU KUP dan UU Perbankan (regulasi), pengembangan sistem teknologi informasi termasuk SOP dan pengawasan internal yang ketat, dan sanksi yang berat bagi pejabat/pegawai yang melakukan pelanggaran," tutup Yustinus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI