Suara.com - Presiden Joko Widodo menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan ke depan akan sangat diperlukan.
"Ini mengikuti komitmen internasional yang sudah kita tandatangani sekian tahun lalu. ini komitmen keterbukaan yang harus kita ikuti," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Halaman Istana Merdeka Jakarta, Rabu, setelah acara Gemar Membaca dalam rangka Hari Buku Nasional bersama Presiden RI.
Ia mengatakan Perppu tersebut sejatinya sudah disosialisasikan berkali-kali saat Pemerintah gencar memasyarakatkan tax amnesty.
Menurut Presiden, nantinya pada 2018 di seluruh dunia bahwa semua negara akan membuka diri terhadap informasi perbankan.
"Perppu ini adalah menindaklanjuti itu karena itu juga ditunggu komitmen kita mengenai ikut tidaknya kita di dalam AEOI," katanya.
Jadi Perppu tersebut sekaligus dalam rangka merespon dunia internasional terkait keterbukaan informasi perbankan.
"Jadi saya kira tidak perlu kaget. Dan ini sudah saya sampaikan berkali-kali hati-hati bahwa 2018 semuanya nanti akan bisa terbuka. Tapi ingat bahwa itu nanti akan dipakai untuk kepentingan yang memang diperlukan," katanya.
Presiden menegaskan ada batasan-batasan dan aturan-aturan yang harus diikuti.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan DPR terkait Perppu itu.
"Ya sudah tentu dikirim ke DPR karena Perppu kan, sudah," katanya.
Perppu tersebut mengatur sanksi-sanksi bagi para lembaga keuangan yang tidak patuh dalam menjalankan Undang-Undang tersebut.
Mengutip Perppu Nomor 1 Tahun 2017, Jakarta, Selasa (16/5/2017), pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas lain yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Perppu.
Selain juga tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan secara benar; dan/atau tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan seperti di dalam Undang-Undang.
Bila melakukan ketiga hal tersebut akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan, untuk setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan dalam laporan sebagaimana dimaksud UU, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.