Mengakhiri kuartal pertama 2017, Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) kembali memaparkan hasil kinerja industri minuman ringan di Indonesia beserta sederet tantangan sekaligus potensi yang ada. Melalui acara ASRIM Industry Outlook 2017, diperlihatkan bahwa secara umum, Industri Makanan & Minuman masih merupakan sektor strategis terhadap penopang PDB nasional, dengan berkontribusi sebesar 33 persen terhadap GDP dari sektor Industri non-migas.
"Industri minuman ringan siap saji non-alkohol (NRTD) sendiri memiliki nilai pasar (retail value) mencapai lebih dari Rp90 triliun atau setara 7 miliar Dolar Amerika Serimat (AS), didukung lebih dari 4 juta pekerja langsung yang bekerja di bawah berbagai perusahaan produsen minuman ringan, baik berskala multi-national corporation, hingga UMKM masih menghadapi tantangan besar, terutama dari segi regulasi," kata Triyono Pridjosoesilo, Ketua ASRIM di Jakarta, Senin (8/5/2017).
Menurut Triyono, terlepas dari bonus demografi Indonesia yang menyediakan banyak potensi bagi pertumbuhan industri minuman ringan, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan sektor ini masih berada dalam fase pertumbuhan yang sangat rentan. Ini terlihat dari tren pertumbuhan sektor dalam 4 tahun terakhir hanya berada dalam kisaran 4 persen-8 persen, sedangkan jika berkaca pada awal tahun 2000-an, angka pertumbuhan industri minuman konsisten berada pada kisaran 10 persen-15 persen.
Baca Juga: Mahasiswa: Tanpa Kretek, Industri Rokok Nasional Tak Akan Tumbuh
"Untuk kuartal pertama tahun 2017 ini, pertumbuhan Industri Minuman Ringan bahkan negatif, minus 3 persen - 4 persen. Hal ini terjadi hampir pada semua kategori minuman ringan,” ujarnya.
Di sisi investasi, Industri Makanan dan Minuman (mamin), termasuk minuman ringan siap saji di dalamnya, masih menjadi salah satu penyumbang investasi yang signifikan. Data realisasi Triwulan 1, 2017 dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan, sektor ini menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp18,5 triliun. Namun demikian, dari data yang ada juga dapat terlihat bahwa para investor asing masih memperlihatkan keraguan untuk berinvestasi di sektor ini, dimana sebagian besar investasi masih didominasi oleh Penananman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Terlepas dari pertumbuhan yang masih rentan ini, Industri minuman ringan masih menyediakan potensi yang sangat besar. Bonus demografi Indonesia sebagai negara dengan lebih dari 250 juta konsumen, dimana lebih dari 25 persennya berusia produktif, menyediakan potensi pertumbuhan pasar konsumsi yang menjanjikan, tidak hanya di kelas menengah, tapi juga konsumen menegah bawah.
"Data BPS 2013 menunjukkan bahwa konsumen Indonesia membelanjakan 2 persen dari belanja bulanan mereka untuk minuman. Jika disejajarkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, pengeluaran belanja produk makanan – minuman konsumen Indonesia masih berada di antara yang terendah. Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan Industri minuman Indonesia masih sangat prospektif," pungkas Triyono.
Baca Juga: Perilaku Konsumen Sangat Penting Buat Penguatan Industri Keuangan