Hunian vertikal di kota Depok semakin bertumbuh seiring keterbatasan lahan dan semakin tingginya harga lahan di kota penyangga Jakarta. Kondisi ini terjadi terutama di koridor Jalan Margonda yang menjadi nadi ekonomi.
"Sesuai tata ruang Kota Depok, koridor Margonda memang dapat dibangun untuk hunian bertingkat sehingga di kawasan ini banyak bertumbuh apartemen," kata Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Pemkot Depok, Wijayanto di Depok, Jawa Barat, Rabu (26/4/2017).
Hal ini dijelaskan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Pemkot Depok, Wijayanto, dalam diskusi "Infrastruktur Depok Topang Kenyamanan Kota" yang diselenggarakan Masyarakat Peduli Properti (MPP).
Baca Juga: Apartemen di Bekasi Dilarang Sedot Air Tanah
Kehadiran hunian vertikal tersebut, tambahnya, di sisi lain juga dapat mendukung program sejuta rumah yang digulirkan pemerintah pusat.
Bagi Direktur Utama Orchid Realty, Mujahid, hunian vertikal menjadi solusi utama di pusat kawasan bisnis (CBD) Margonda, Depok. Di kawasan tersebut harga lahan rata-rata menyentuh Rp 20 juta meter persegi.
Dua atau tiga tahun terakhir ada dua tipe apartemen yang paling banyak dipasarkan di Depok, yaitu apartemen untuk hunian mahasiswa dan hunian keluarga. Permintaan untuk hunian mahasiswa bahkan masih yang paling tinggi, mengingat semakin meningkatnya jumlah mahasiswa yang kuliah di UI dan Gunadarma.
"Tipe yang banyak diminati itu tipe studio dengan kisaran harga Rp300 juta sampai Rp500 juta," ujar Mujahid, dalam kesempatan yang sama.
Di sisi lain, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Herry Trisaputra Zuna, menegaskan bahwa aksesibilitas Depok kian maksimal memasuki 2019. Terlebih, tol Cijago seksi dua sudah mulai beroperasi akhir 2017. Kini, progres konstruksi jalan tol yang terdiri atas Margonda-Cisalak dan Margonda-Kukusan itu masing-masing sudah mencapai 68 dan 50 persen.
Tol Cijago akan terdiri dari tiga seksi, yaitu seksi I (Cimanggis-Jalan Raya Bogor) sudah beroperasi pada 2012 lalu, sementara Seksi III (Kukusan-Cinere) masih dalam proses pembebasan lahan.
Adapun akses keluar masuk tol akan berlokasi di Jalan Raya Bogor, Margonda, dan Cinere. Sementara itu, pembangunan jalan tol Depok-Antasari seksi I Antasari-Brigif ditargetkan selesai akhir tahun ini.
"Sekarang penyelesaian konstruksinya sudah mencapai 49,5 persen dengan pembebasan lahan 97 persen," ujarnya.
Kenyamanan konsumen properti selain ditopang aksesibiltias, kata Kepala Rumah Sakit Univesitas Indonesia (RSUI), Julianto Wicaksono, juga didukung kehadiran RSUI yang mulai beroperasi awal 2018.
"RSUI akan sekelas rumah sakit di Singapura, namun dengan biaya berobat yang lebih murah," ujarnya.
Dia menjelaskan, rumah sakit modern berkapasitas 300 tempat tidur ini akan menerapkan konsep Academic Health System yang berorientasi sepenuhnya pada penyediaan lahan pendidikan profesional bagi dokter, dokter gigi, keperawatan, farmasi dan kesehatan masyarakat secara terintegrasi.
"Sekarang masih 300 tempat tidur, tapi konstruksinya di tahap kedua akan disiapkan untuk 900 tempat tidur. Ini akan memunculkan nilai sewa tempat tinggal sementara untuk dosen atau keluarga pasien dan tamu. Kalau semua infrastruktur siap, bisnis hospital tourism pasti jalan, termasuk bisnis MICE, karena ada seminar-seminar di RSUI dan butuh itu penginapan," ujar Julianto.
Sesuai Peraturan Daerah nomor 08/2007, wilayah Kota Depok kini meliputi 11 kecamatan, antara lain Beji, Pancoran Mas, Cipayung, Sukmajaya, Cilodong, Limo, Cinere, Cimanggis, Sawangan, serta Bojongsari.
Di sebelah barat, Kota Depok berbatasan dengan Tangerang Selatan, di selatan berbatasan dengan Bogor, di sisi timur berbatasan dengan Bogor dan Bekasi, serta di sebelah utara berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.
Dengan kondisi geografis itulah, terutama yang terakhir, Kota Depok sangat kuat ditujukan untuk menjadi wilayah penyangga ibu kota (DKI Jakarta). Dengan kemajuan pembangunannya saat ini, Depok semakin mengarah sebagai kota permukiman, pusat pendidikan, perdagangan dan jasa, serta pariwisata. (Antara)