Salah satu persoalan pelik dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan miskin.
Menurut data statistik yang dikeluarkan Global Wealth Report 2016 dari Credit Suisse, ketidakmerataan ekonomi Indonesia mencapai 49,3 persen. Itu artinya hampir setengah aset negara dikuasai satu persen kelompok terkaya nasional.
Gambaran angka-angka seperti itu tentu bisa dikatakan tak ideal bagi kondisi keadilan sosial ekonomi di Tanah Air.
Tampaknya demokrasi yang relatif lebih berfungsi dan berjalan sesuai dengan yang diidealkan belum memberikan efek yang berarti dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.
Baca Juga: 1 Persen Orang Kaya Indonesia Kuasai 49 Persen Kekayaan Nasional
India yang dikenal sebagai negara demokratis juga mengalami kesenjangan ekonomi yang tinggi, bahkan lebih mencolok dibandingkan Indonesia.
Menurut catatan Bank Investasi Swiss itu, 58,4 persen kekayaan negeri itu dikuasai oleh satu persen orang kaya di sana.
Tampaknya, korelasi antara demokrasi dan kesenjangan ekonomi tak selalu positif sebab banyak negara-negara demokratis yang berhasil dalam mengatasi kesenjangan ekonominya.
Terkait dengan isu kesenjangan ekonomi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin melontarkan pernyataan yang mewarnai media massa.
Dia mengatakan kesenjangan ekonomi yang begitu besar antara orang kaya dan miskin di Tanah Air bisa menciptakan radikalisme.
Tampaknya pernyataan semacam itu juga pernah dilontarkan pengamat politik ketika Amrozi tertangkap sebagai salah satu pelaku dalam aksi bom Bali.