Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sepakat meningkatkan Pelayanan Transportasi terutama dalam hal pengoperasian Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau dikenal dengan istilah Jembatan Timbang.
Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto dan Asisten Kapolri Bidang Operasi Inspektur Jenderal Polisi Unggung Cahyono yang dilakukan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Rencananya pengoperasian UPPKB ini akan dimulai dengan pilot project di 9 (sembilan) jembatan timbang di lokasi yang tesebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Untuk diketahui selama ini operasional Jembatan Timbang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Sementara itu Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto menyatakan, untuk sanksi truk angkutan yang kelebihan beban tidak lagi akan didenda melainkan akan diminta untuk menurunkan barang angkutannya di tempat penyimpanan (storage) yang nantinya akan disediakan oleh Pemerintah dan membayar uang sewa penitipan barang. Dengan demikian diharapkan akan memberikan efek jera bagi pemilik maupun pengemudi truk.
Baca Juga: Ini Cara Menteri PUPR untuk Mencegah Kerusakan Jalan
“Untuk menurunkan muatan ini harus disediakan tempat penyimpanan (storage), ini salah satu tugas Kementerian PUPR untuk menyediakan lahan tersebut,” ujar Arie
Arie juga mengungkapkan rencananya menerapkan teknologi timbangan bergerak atau weight in motion (WIM) untuk mengantisipasi kemacetan yang diakibatkan antrian truk yang masuk ke jembatan timbang. Ia berharap dengan didukung teknologi WIM ini, truk tidak perlu mengantri untuk diperiksa satu persatu.
Arie mengaku optimis, jika pelaksanaan pengawasan beban kendaraan melalui Jembatan Timbang dapat berjalan optimal, maka dapat menghemat biaya preservasi jalan sebesar 60 persen dan memperpanjang umur jalan.
Diketahui berdasarkan studi dari IndII (Indonesia Infrastructure Initiative) tahun 2011 menyebutkan bahwa muatan beban berlebih (overloading) merupakan faktor penyebab terbesar (47 persen) terjadinya kerusakan jalan. Disebutkan bahwa kendaraan dengan muatan berlebih memiliki daya rusak hingga 4 kali lipat, sehingga menyebabkan umur perkerasan jalan menjadi lebih cepat dari yang direncanakan, yang kemudian berakibat pada dibutuhkan kegiatan preservasi jalan yang lebih sering di lokasi yang rusak dan berdampak pada biaya preservasi jalan yang harus disediakan negara menjadi lebih tinggi.
"Biaya tersebut tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat oleh pengguna jalan, terutama pengusaha pengusaha angkutan yang mengangkut muatan berlebihan," tutur Arie.
Anggaran preservasi jalan yang dialokasikan Kementerian PUPR pada tahun 2017 sebesar Rp18,7 triliun, namun alokasi tersebut belum memadai untuk menangani 47.000 panjang jalan nasional. Dengan adanya operasionalisasi UPPKB, maka diharapkan pengendalian beban muatan dapat berjalan dan dapat membuat kondisi jalan nasional sesuai rencana, sehingga terjadi efisiensi biaya preservasi jalan.