Modal Sumber Daya Manusia (human capital) menjadi sangat penting bagi pembangunan. Pembangunan yang tidak mengutamakan human capital akan mengalami kegagalan. Sebagai contoh kegagalan dari MDGs yang akhirnya melahirkan konsep baru, yakni Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan dokumen yang menjadi acuan dalam rangka transformasi dunia menuju 2030. Untuk mencapai Pembangunan Berkelanjutan --“Transforming Our World: yang disepakati di New York 2 Agustus 2015 oleh 193 negara anggota PBB.
"Oleh karena itu, sudah saatnya bangsa Indonesia menganggap bahwa membangun human capital sebagai belanja modal bukan sebagai belanja habis pakai," kata Rektor Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Moh Nasih dalam Konferensi Regional Akuntansi (KRA) IV yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Pendidik (IAI KAPd) Wilayah Jawa Timur di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/4/2017).
"Negara Indonesia didirikan untuk tujuan tak terbatas demi mencapai kesejahteraan bersama. Pertanyaannya, kira-kira bagaimana masa depan anak cucu kita?," tanya dia.
Mengenai tantangan ke depan, kata Nasih, apakah mungkin anak cucu kita kelak masih bisa bermain dakon dengan leluasa?, masih bisa menghirup udara sesegar yang sekarang?, atau masih bisa menikmati ikan laut dengan kandungan protein seperti sekarang?
Baca Juga: IAI Dorong Peran Dosen Dalam Pendidikan Akuntansi Ditingkatkan
Dikatakan Nasih, terdapat lima tantangan yang dihadapi saat ini, yaitu kelaparan, kemiskinan, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan kesenjangan. Masih ada 795 juta manusia yang hidup kelaparan dari 7 milyar penduduk dunia, sedangkan jumlah kemiskinan di indonesia sekitar 28 juta dan di Jawa Timur sekitar 4,7 Juta. Sementara, kerusakan lingkungan semakin parah yang disebabkan oleh banyaknya pembangunan infrastruktur seperti hotel, apartemen dan mall yang tidak seimbang sehingga menyebabkan banyak terjadinya banjir dan hujan es. Kesenjangan hidup di indonesia juga masih tinggi.
"Oleh karena itu perlu peran dari bebagai pemangku kepentingan (stake holder) untuk bersama-sama membangun komitmen dan meningkatkan kompetensi," tegas dia.
Menurutnya, kedua hal tersebut harus mendukung, kompetensi saja tidak cukup kalau tidak punya komitmen dan sebaliknya.
"Ke depan, saya berharap akan ada laporan sumber-sumber kesejahteraan dari tiap-tiap kabupaten," ujarnya.
Kabid Perizinan dan Kepatuhan Profesi Penilai, Aktuaris dan Profesi Keuangan Lainnya PPPK Kementerian Keuangan, Triyanto, MM, MH, Ak., mengatakan perlu upaya untuk meningkatkan jumlah anggaran melalui sektor pendidikan, diantaranya naiknya dana penelitian, adanya sertifikasi dosen, dan lain-lain.
"Human capital yang merupakan agenda penting untuk diimplementasikan membutuhkan peran serta Kementerian Keuangan untuk mendorong pengalokasikan anggaran yang lebih tinggi," pungkas dia.