Untuk mempercepat target swasembada dalam pemenuhan konsumsi daging sapi, sebetulnya pemerintah perlu memasyarakatkan penganekaragaman dalam berkonsumsi daging dengan tidak hanya berfokus pada daging sapi semata, tapi juga daging kerbau.
Beberapa etnis di Tanah Air punya tradisi untuk mengonsumsi kerbau seperti masyarakat Tana Toraja dan sebagian masyarakat Betawi.
Jika perlu, kelaziman mengonsumsi daging kuda yang jadi budaya beberapa warga di Tanah Air bisa juga disosialisaikan ke komunitas lain yang lebih luas. Dengan demikian, ada keanekaragaman dalam penyediaan daging hewan pemamah biak.
Itu seperti imperatif tentang pentingnya menganekaragamkan bahan pangan yang tak hanya bergantung pada produksi padi tapi juga bahan pangan lain yang mengandung karbohidrat seperti jagung, ubi-ubian.
Baca Juga: Swasembada Daging Sapi Terancam Gagal Karena Surra
Problem utama dengan proyek politik yang berkaitan dengan kebijakan swasembada adalah terlalu kuatnya hasrat untuk memaksakan diri dalam mengejar target.
Ketika sebuah komoditas itu sangat bergantung pada faktor-faktor lain seperti kecocokan iklim dan kesuburan tanah, bagi negara yang orientasinya kemakmuran, kebijakan impor bukanlah tabu. Jika impor jauh lebih murah, pilihan paling realistis adalah mendatangkan komoditas itu dari luar negeri. Hong Kong adalah salah satu negara yang hamper semua kebutuhan pangannya diimpor dari negara lain karena memproduksi sendiri akan jauh lebih mahal biayanya.
Namun kelemahan yang dimiliki negara yang selalu bergantung pada impor adalah kemungkinan risiko yang dihadapinya ketika terjadi krisis komoditas impor itu sehingga harganya bisa meroket sewaktu-waktu. (Antara)