Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) akan membangun 1.068 unit kapal perikanan beragam ukuran. Kebijakan tersebut dilakukan demi mewujudkan penataan pengelolaan kelautan dan perikanan dengan memperkuat armada kapal nasional. “Demi tercapainya kedaulatan pangan laut untuk mencapai Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka sektor kelautan dan perikanan harus menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional,” ungkap Direktur Jenderal PT Sjarief Widjaja dalam konferensi pers di Gendung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Sjarief mengungkapkan, untuk pembangunan kapal tersebut, KKP telah menyiapkan anggaran sebesar Rp467 miliar pada tahun 2017. Rencananya, KKP akan membangun 449 unit kapal berukuran di bawah 5 GT, 498 unit kapal berukuran 5 GT, 92 unit kapal berukuran 10 GT, 3 unit kapal berukuran 20 GT, 20 unit kapal berukuran 30 GT, dan 3 unit kapal berukuran 100 GT, serta 3 unit kapal berukuran 120 GT.
KKP akan melengkapi bantuan tersebut dengan menyediakan sebanyak 2.990 paket alat tangkap ikan dengan total anggaran Rp79 miliar. Alat tangkap ikan tersebut terdiri dari 59 spesifikasi gillnet, 2 spesifikasi trammelnet, 3 spesifikasi rawai hanyut, 3 spesifikasi rawai dasar, 5 spesifikasi bubu, 1 spesifikasi pancing tonda, 1 spesifikasi pole and line, dan 15 spesifikasi handline. Di samping itu, KKP juga menyiapkan bengkel-bengkel di 20 pelabuhan untuk mempermudah nelayan memperbaiki mesin kapal mereka.
Baca Juga: Awasi Sumber Daya Laut, KKP Pakai Teknologi Satelit
Sjarief mengungkapkan, tujuan pemberian bantuan sarana penangkapan ikan yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta mengoptimalkan sumber daya perikanan tangkap. “Potensi perikanan Indonesia meningkat, sejak diberlakukannya moratorium kapal asing, pemberantasan IUU fishing yang masif serta pelarangan alat penangkapan ikan yang merusak lingkungan. Hal ini juga berkontribusi meningkatkan hasil tangkapan nelayan,” tuturnya.
Sjarief mengakui, jumlah bantuan kapal perikanan dengan ukuran di bawah 30 GT lebih banyak dibandingkan dengan ukuran 30 GT ke atas. Bukan tanpa tujuan, hal ini untuk memberdayakan nelayan kecil agar mampu memanfaatkan sumber daya ikan yang berlimpah. “Kita ingin melakukan revitalisasi armada penangkapan ikan nasional. Nah, kita ingin berpihak kepada nelayan-nelayan kecil sehingga mereka punya kapasitas yang sama untuk kelaut, memiliki alat tangkap yang baik, sehingga bisa mendapatkan hasil yang baik,” terang Sjarief.
Menurut Sjarief, kapal-kapal tersebut tidak akan dijual, melainkan dibagikan kepada nelayan yang membutuhkan sesuai data yang telah dimiliki KKP. Nelayan tersebut juga akan diberi pendampingan agar target KKP untuk meningkatkan produksi perikanan Indonesia dapat tercapai. “Ikan tidak hanya ada di tengah laut, bahkan sudah ke pinggir karena dampak kebijakan KKP tentang keberlanjutan sumber daya ikan. Kita akan memberikan pelatihan kepada nelayan-nelayan kecil agar mampu mengoperasikan kapal dan alat penangkapan ikan bantuan KKP,” ujar Sjarief optimis.
Sjarief menerangkan, pendataan dilakukan langsung oleh tim yang diturunkan KKP untuk menghindari terjadinya kecurangan atau penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran. “Sekarang kita jemput bola. Kita tidak menunggu di Jakarta, tetapi tim langsung turun ke bawah, masuk ke masyarakat. Meski tetap menerima masukan dari Dinas, tim KKP tetap turun ke masyarakat, melihat langsung kegiatan masyarakat,” papar dia.
Sjarief juga mengungkapkan, tahun ini KKP akan membuka kesempatan kepada koperasi-koperasi maupun kelompok asosiasi untuk mengajukan diri sebagai calon penerima bantuan tentunya dengan meminta proses validasi melalui dinas provinsi maupun kabupaten kota.
Adapun Direktur Kapal dan Alat Penangkap Ikan Agus Suherman menjelaskan, proses pengadaan kapal perikanan dan alat penangkapan ikan tersebut menggunakan mekanisme pelelangan umum dan e-katalog bekerja sama dengan lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP). Hal ini bertujuan untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi. Proses tersebut dilakukan secara terbuka untuk semua galangan kapal nasional baik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta dapat berpartisipasi.