Rencana Penyederhanaan Sistem Cukai Rokok Diapreasiasi

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 14 April 2017 | 15:16 WIB
Rencana Penyederhanaan Sistem Cukai Rokok Diapreasiasi
Petugas menutup ribuan rokok dan minuman keras tanpa label cukai yang akan dimusnahkan di halaman kantor pusat DJBC, Jakarta, Kamis (22/12). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto menyatakan bahwa Kementerian Keuangan berencana menyederhanakan sistem cukai rokok menjadi 9 layer dari 12 layer yang ada saat ini. Senada dengan Goro, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, pengurangan layer tarif cukai akan dilakukan secara bertahap.

Heru menyebutkan bakal tersisa 8 atau 9 layer pada 2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyatakan bahwa berbagai macam peraturan yang rumit akan menimbulkan komplikasi dari sisi kepatuhan sehingga perlu disederhanakan.

Terkait dengan hal ini, Peneliti Lembaga Demografi FEB UI menyatakan apresiasinya. “Penyederhanaan sistem cukai akan meningkatkan efektivitas kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan dalam peningkatan penerimaan negara,” kata Abdillah di Depok, Jawa Barat, Kamis (13/4/2017).

Baca Juga: 2016, Kontribusi Cukai Rokok ke Negara Mencapai Rp136,5 Triliun

Sistem cukai yang saat ini ada menghasilkan harga rokok yang sangat lebar rentangnya. Sehingga peningkatan cukai dan harga rokok yang bertujuan mengendalikan konsumsi, sesuai dengan marwah kebijakan cukai, mengalami hambatan. Saat ini harga rokok termurah adalah Rp400 per batang atau hanya Rp4.800 per bungkus. Sedangkan harga rokok yang di kelompok tertinggi sekitar Rp1215 atau Rp. 14.580 atau lebih dari 2 kali lipat dibandingkan rokok termurah. Hal ini membuat rokok masih terjangkau oleh masyarakat bahkan untuk mereka yang termasuk kelompok rentan seperti anak-anak, remaja dan orang miskin.

Abdillah menyatakan Lembaga Demografi FEB UI telah menyusun peta jalan reformasi kebijakan cukai hasil tembakau dan telah diserahkan kepada kementerian keuangan sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan. Peta jalan ini merekomendasikan agar pemerintah menyederhanakan sistem cukai rokok dari 12 batasan tarif menjadi 2 batasan tarif dalam waktu lima tahun. Tahapannya adalah dari 12 di tahun 2016 berkurang menjadi menjadi 9, 5,4,3, dan terakhir 2 berturut-turut dari 2017 sampai 2021. Tahapan awal penyederhanaan ditujukan terutama kepada industri rokok besar yang mendominasi pasar rokok di Indonesia.

"Sementara untuk industri rokok kretek tangan skala menengah dan kecil akan dilakukan penggabungan cukai pada tahun ke lima (terakhir). Sehingga pemerintah dan industri rokok kretek tangan menengah dan kecil memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan diri," ujarnya.

Berdasarkan peraturan menteri keuangan terakhir tentang tarif cukai rokok di tahun 2017, terlihat bahwa tidak ada pengurangan jumlah batasan tarif. Dengan kata lain jumlah batasan tarif (layer) tetap 12 seperti kondisi di tahun 2016. Menurut Abdillah, hal ini sangat disayangkan karena jika mengikuti peta jalan yang diusulkan maka di tahun 2017 seharusnya terjadi pengurangan layer dari 12 menjadi 9 dimana terjadi penggabungan rokok mesin yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM) 3 layer dan Sigaret Putih Mesin (SPM) 3 layer menjadi hanya 3 layer untuk keduanya.

Abdillah mengestimasi jika penggabungan ini dilakukan di tahun 2017 maka pemerintah berpotensi mendapatkan tambahan penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp2,3 trilliun dengan mengasumsikan tarif cukai SPM sama dengan SKM.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI