Telantarkan Hak, Jurnalis IFT Laporkan CEO PT Gendaindo Perkasa

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 11 April 2017 | 09:57 WIB
Telantarkan Hak, Jurnalis IFT Laporkan CEO PT Gendaindo Perkasa
Jurnalis IFT, bersama LBH Pers dan FSPMI. [Dok LBH Pers]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Saat ini lebih dari 8 bulan, belasan jurnalis IFT terkatung-katung nasibnya karena ketidak jelasan status dan pembayaran hak-haknya. Bermula pada Maret 2016, para pekerja atau jurnalis hanya dibayarkan upahnya tidak lebih dari setengah gajih, dan kemudian perusahaan meminta para pekerja untuk secara sukarela mengundurkan diri. April 2016 para pekerja sudah tidak dibayarkan lagi upahnya sampai saat ini. Perusahaan menyatakan akan menutup perusahaan pada akhir april 2016.

"Dan pada saat perundingan pihak manajemen dengan pekerja, pihak manajemen berjanji akan membayar upah dan pesangon yang seharusnya dibayarkan," kata Ade Wahyudin, Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers di Jakarta,  Senin (10/4/2017). 

Akhir Juni 2016 melalui kuasa hukum dari LBH Pers, pihak pekerja telah mengajukan permohonan bipartit kepada PT Genda Indo Perkasa namun jangankan ada musyawarah, informasi tentang kepeduliannya terhadap permasalahan ini saja tidak ada dan PT Genda Indo Perkasa tidak memenuhi undangan kami untuk bermusyawarah Bipartit.

Baca Juga: Tolak PHK Massal Bank Danamon

Pada akhir 2016 belasan jurnalis IFT melalui LBH Pers melaporkan perselisihan ini ke Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan. Namun panggilan dan undangan Tripartit dari mediator Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan juga tidak dihiraukan. "Dan dari sejak awal proses ini (Bipartit dan Tripartit) belum sama sekali pihak PT Genda Indo Perkasa datang memenuhi undangan musyawarah," ujar Ade.

Pada tanggal 24 Maret Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan telah mengeluarkan Anjuran terhadap perselisihan ini yang berisi Menganjurkan pihak perusahaan untuk segera membayarkan seluruh upah dan pesangon para jurnalis. Dalam anjuran tersebut, menyatakan bahwa dalam jangka 10 hari para pihak harus menjawab menerima atau menolak anjuran tersebut dan sampai saat ini juga belum ada itikad baik dari perusahaan.

LBH Pers menilai permintaan perusahaan agar pihak pekerja mengundurkan diri adalah hal tidak patut dan merugikan pihak pekerja. Karena jelas konpensasi antara mengundurkan diri dengan PHK berbeda sangat signifikan. Walaupun alasan perusahaan akan menutup perusahaan, namun hal tersebut tidaklah menghapuskan seluruh kewajiban perusahaan dalam membayara upah dan pesangon para pekerja.

Selain itu, perbuatan yang dilakukan oleh Aditya Candra Wardana sebagai CEO PT Gendaindo Perkasa adalah sebuah tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dalam KUHP pasal 374 yang berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”  Dan pada senin tanggal 17 April 2017 LBH Pers dan FSPMI akan mendampingi jurnalis IFT untuk melaporkan tindak pidana tersebut ke Polda Metro Jaya.

Kasus ini juga mendapat sorotan dari Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI). Ketua FSPMI Sasmito menyatakan mendukung penuh teman-teman jurnalis IFT yang sedang menuntut haknya. Menurutnya, kasus dari media IFT bukan hanya kali ini saja. Sebelumnya pada tahun 2012, FSPMi juga menerima pengaduan dan mengadvokasi kasus PHK dan Union Busting di media tersebut.

"Jadi kami berharap Disnaker Jakarta Selatan harus menindak tegas perusahaan yang nyata-nyatanya tidak mematuhi peraturan perundang-undangan," kata Sasmito.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI