Pengelolaan Dana Desa Masih Terganjal Berbagai Kendala

Selasa, 11 April 2017 | 09:27 WIB
Pengelolaan Dana Desa Masih Terganjal Berbagai Kendala
Focus Group Discussion bertajuk Dimensi Tata Kelola, Pengelolaan Dana Desa. [Dok UGM]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sejak disahkan pada tahun tiga tahun silam, UU No 6 Tahun 2014 tentang desa menjadi salah peraturan perundang-undangan tersubur dengan menghasilkan 2 Peraturan Pemerintah (PP) dan 3 Peraturan Presiden (Perpres) sebagai turunannya. Meski demikian, dalam implementasinya, UU ini masih mengalami berbagai kendala, khususnya dalam pengelolaan dana desa.

“UU Desa adalah undang-undang yang paling subur yang melahirkan beberapa turunan kebijakan. Ada hal-hal yang sudah berhasil dijalankan, dan ada yang masih menjadi agenda. Saya kira ada beberapa regulasi yang harus dilakukan penyesuaian,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi, Ph.D, Jumat (7/4) di FISIPOL UGM, Yogyakarta.

Hal ini ia sampaikan dalam Focus Group Discussion bertajuk “Dimensi Tata Kelola, Pengelolaan Dana Desa dan Penguatan Kapasitas Masyarakat dan Desa dalam Pelaksanaan UU Desa” yang diselenggarakan oleh PolGov FISIPOL, di Yogyakarta, bekerjasama dengan Kementerian Pedesaaan, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Village Law PASA-Bank Dunia. Dalam kesempatan ini, Anwar menyampaikan materi terkait implementasi UU desa, capaian, hambatan dan tantangan.

Baca Juga: Banyak Perangkat Desa Tak Paham Penggunaan Dana Desa

Berkaitan dengan pengelolaan dana desa, ia menyebutkan beberapa aspek penting yang menjadi perhatian dalam implementasi UU desa, yaitu tata kelola desa, pengelolaan dana desa, serta peningkatan kapasitas masyarakat. Untuk dapat berhasil dalam ketiga aspek tersebut, menurut Anwar, perhatian terhadap UU Desa perlu diberikan sejak dalam proses formulasi hingga implementasinya. Dari aspek formulasi, ia mengaku banyak menerima kritik terkait besaran dana desa yang sama besar di tiap wilayah.

Sementara itu, dari aspek implementasinya, pengelolaan dana desa yang melibatkan tiga kementerian yang berbeda menimbulkan adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan fungsi dari masing-masing pihak. “Formulasi banyak dikritik tidak mempunyai kontribusi yang signifikan untuk mengurangi kemiskinan karena hanya dibagi rata tanpa melihat jumlah penduduk,” kata Anwar.

Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, Anwar meyakini bahwa dana desa dapat menjadi solusi bagi pembangunan kawasan pedesaan. Karena itu ia berharap agar diskusi serta kajian-kajian yang dilakukan oleh para akademisi dapat menjadi rujukan bagi pemerintah untuk menjalankan kebijakan pembangunan desa. “Saya harap perguruan tinggi termasuk UGM dapat menjadi tempat persemaian akademis terkait gagasan tentang desa,” pungkasnya.

Senada dengan hal tersebut, Dekan FISIPOL Dr. Erwan Agus Purwanto menegaskan komitmen UGM terhadap upaya pembangunan desa baik dari segi gagasan maupun dalam keterlibatan secara langsung di tengah masyarakat.

“Keberpihakan kami jelas kepada masyarakat yang tertinggal dan termarjinalisasi, termasuk masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Tidak hanya secara gagasan, UGM juga melakukan kerja nyata di lapangan baik dalam bentuk kegiatan pengabdian oleh para dosen, juga setiap semester kami mengirim mahasiswa untuk KKN di daerah tertinggal,” ujar Erwan.

Terkait persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan UU desa dan pengelolaan dana desa, ia menyebut aspek pengawasan sebagai hal yang krusial untuk menjamin efektivitas pemanfaatan dana desa yang sepenuhnya ditujukan bagi kepentingan masyarakat. Ia pun mengajak segenap lapisan masyarakat untuk dapat bersama-sama mengawal pelaksanaan UU ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI