Pemerintah Konsisten Untuk Tidak Konsisten Dalam Kasus Freeport

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 10 April 2017 | 10:59 WIB
Pemerintah Konsisten Untuk Tidak Konsisten Dalam Kasus Freeport
Puluhan aktivis dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-WEST PAPUA) melakukan aksi di depan kantor PT Freeport Indonesia di Jakarta, Jumat (7/4). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengkritik pandangan Hadi M Djuraid,
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang bersikeras kebijakan pemberian izin ekspor pada PT Freeport Indonesia sudah sesuai aturan.

"Kalaupun menurut staf khusus bahwa perundingan mengacu UU Minerba Nomor 4 tahun 2009, sesungguhnya proses renegosiasi sudah tertutup bagi PT FI. Ini sesuai pasal 169 ayat b proses renegosiasi hanya 1 tahun sejak diberlakukan UU Minerba," kata Yusri saat dihubungi Suara.com, Senin (10/4/2017).

Akibatnya, persoalan status PT Freeport Indonesia menjadi rumit dan kompleks karena raksasa industri tambang asal Amerika Serikat tersebut tidak mempunyai itikad baik terhadap UU Minerba. Ini juga diperparah oleh sikap tidak konsisten pejabat terkait yg bertanggung jawab di sektor minerba.

Baca Juga: Dibawa ke Arbitrase, Indonesia Juga Akan Rugi Terkait Freeport

"Padahal kalau mau jujur dan konsisten terhadap UU Minerba, proses pemberian status IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) juga tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Minerba," jelas Yusri.

Bahwa sebelum perubahan, wilayah PT FI harus masuk dalam Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang harus disetujui oleh DPR. Setelah persetujuan juga diprioritas untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang. Lebih anehnya lagi Pemerintah berpikir perubahan status Kontrak Karya ()KK ke IUPK pada PT FI sebagai solusi untuk tetap bisa mengekspor konsentrat.

"Padahal sudah jelas disebut secara tegas pada pasal 102 dan 103 UU Minerba pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri, sehingga semua ketentuan dalam PP nomor 1 tahun 2017 dan Permen ESDM nomor 5 dan 6 tahun 2017 tidak boleh bertentangan dengan isi pasal UU Minerba," urai Yusri.

Apalagi soal ketentuan pasal 102 dan 103, menurutnya, sudah ada putusan Makamah Konstitusi (MK) tahun 2012 yang menolak upaya reklasasi mineral oleh Amindo dengan alasan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.

"Sehingga terkesan pemerintah konsisten untuk tetap tidak konsisten terhadap UU Minerba dalam kasus Freeport. Ini preseden buruk bagi iklim investasi di sektor minerba ditanah air. Bahwa pemerintahlah yang menggagalkan proses hilirisasi mineral berharga untuk mencipakan efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Ironis memang!," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI