PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menerbitkan laporan keuangan Tahun 2016 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan, Firma anggota jaringan global RSM dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified opinion). Hasilnya, PLN tahun lalu mampu meraup laba bersih Rp10,5 triliun.
Nilai penjualan tenaga listrik PT PLN (Persero) selama tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar Rp 4,3 triliun atau 2,05 perse sehingga menjadi Rp 214,1 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 209,8 triliun.
Selain itu,PLN juga berhasil mencatatkan peningkatan konsumsi kWh yang juga didukung dari adanya kenaikan jumlah pelanggan dimana sampai dengan akhir tahun 2016 telah mencapai 64,3 juta atau bertambah 3,1 juta pelanggan dari akhir tahun 2015 sebesar 61,2 juta pelanggan.
Baca Juga: Penjualan Listrik PLN Tahun Lalu Naik Rp4,3 Triliun
Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 88,3 persen pada Desember 2015 menjadi 91,16 persen pada Desember 2016, melampaui target rasio elektrifikasi tahun 2016 yang tertuang dalam Renstra 2015-2019 sebesar 90,15 persen.
Pada Tahun 2016 PLN terus berusaha menekan harga jual tenaga listrik sehingga bisa menjual lebih murah listriknya kepada pelanggan dibanding tahun 2015. Pada tahun 2016 harga jual rata-rata Rp 994/kWh turun sebesar Rp 41/kWh dari Rp 1.035/kWh pada tahun 2015.
"Penurunan harga jual ini masih bisa diimbangi oleh efisiensi internal PLN sehingga tidak terlalu menggerus laba," kata Direktur Perencanaan Korporat PLN, Nicke Widyawati dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/4/2017).
Seiring dengan meningkatnya produksi listrik, beban usaha perusahaan naik sebesar Rp8,2 triliun atau 3,32 persen menjadi Rp254,4 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp246,3 triliun. Pertumbuhan beban usaha tahun 2016 lebih kecil dibanding pertumbuhan kWh jual karena PLN terus melakukan program efisiensi melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak/BBM dengan penggunaan batubara/energi primer lain yang lebih murah, dan pengendalian biaya bukan bahan bakar.
Efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp12,3 triliun sehingga pada 2016 menjadi Rp22,8 trilliun atau 35,03 persen dari tahun sebelumnya Rp35,0 trilliun, terutama dikarenakan penurunan konsumsi BBM 0,8 juta kilo liter, sehingga volume pemakaian sampai dengan 2016 sebesar 4,7 juta kilo liter.
EBITDA Tahun 2016 sebesar Rp57,99 triliun, naik sebesar Rp6,5 triliun dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar Rp51,49 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan PLN dalam berinvestasi dengan dana internal dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman.
Perbaikan kinerja PLN pada periode Tahun 2016, mengantarkan perseroan untuk dapat mencetak laba bersih sebesar Rp10,5 triliun lebih rendah dibanding laba tahun 2015 (tanpa penerapan ISAK 8) sebesar Rp15,6 triliun. Hal tersebut terutama karena PLN berusaha untuk terus memberikan tarif yang kompetitif bagi masyarakat dan dunia usaha. "Selain itu, PLN juga mengikuti tax amnesty untuk mendukung program pemerintah, sehingga beban pajak tahun 2016 meningkat cukup signifikan," ujar Nicke.
Dengan terbitnya POJK Nomor 6 tahun 2017 yang berlaku prospektif maka Laporan Keuangan PLN Tahun Buku 2016 tidak lagi mencatat transaksi jual beli tenaga listrik dengan perusahaan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) sebagai transaksi sewa pembiayaan.