"Tekad semacam ini lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki," kara Sugeng dalam keterangan tertulisanya, Kamis (30/3/2017).
Kedua, lanjut Sugeng, peminjam perempuan seringkali mengutarakan bahwa mereka akan merasa malu sama teman-teman atau tetangganya jika ketahuan tidak membayar.
Perempuan merasakan tekanan yang lebih besar untuk menjadi peminjam yang baik dibandingkan laki-laki karena mereka takut mendapatkan kritik dari lingkungannya.
"Selain itu, mereka juga merasa takut gagal dalam menjalankan bisnisnya. Banyak di antara mereka yang menggantungkan pendapatan keluarga pada usaha yang dijalankan," katanya.
Ketiga, Strategi investasi yang lebih konservatif. Perempuan biasanya lebih konservatif atau berhati-hati dalam strategi investasinya, dibandingkan dengan laki-laki.
Direktur Karya Usaha Mandiri, Murtadho, mencontohkan, para peminjam wanita di koperasi tersebut sebagian besar mengajukan pinjaman dalam jumlah yang mereka yakin bisa mengembalikannya dan bukan berdasarkan kebutuhan.
Keempat, Menjaga hubungan baik dengan staf LKM di lapangan. Adanya kontak dengan staf LKM di lapangan juga memiliki pengaruh yang besar dalam mendorong para peminjam perempuan membayar kembali pinjaman mereka secara tepat waktu.
LKM biasanya mengadakan sebuah pertemuan kelompok mingguan di mana peminjam bertemu dengan petugas pinjaman dan melakukan transaksi seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran angsuran.
Perempuan lebih sering berpartisipasi dalam pertemuan ini dibanding laki-laki, karena bagi banyak perempuan di pelosok daerah, pertemuan semacam ini merupakan sebuah kesempatan untuk keluar dari rumah dan menikmati sedikit waktu bersosialisasi.
Murtadho mengatakan koperasi yang dijalankannya dulu pernah memberikan pinjaman pada anggota laki-laki. Tapi tidak bertahan lama. Murtadho menyebutkan bahwa peminjam laki-laki memiliki tingkat pembayaran kembali yang rendah karena mereka enggan datang ke pertemuan rutin mingguan.