Anda ingin membuka usaha tetapi kesulitan untuk mendapatkan tempat, ketersediaan barang yang akan dijual, dan jaringan distributor pemasok barang? Mungkin KUDO bisa menjadi jawaban bagi anda yang ingin memulai bisnis kecil-kecilan.
KUDO adalah singkatan dari Kios untuk Dagang Online. KUDO adalah platform kios O2O (online to offline) yang membawa e-commerce ke jutaan penduduk Indonesia. Sejak diluncurkan bulan Januari 2015, Kudo sekarang sudah memiliki ribuan agen di jaringan kami yang tersebar di seluruh Jawa.
“Awalnya saya lulus kuliah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2008. Saya kemudian bergabung dengan Boston Consulting Group. Disini saya belajar seperti apa best practice dari berbagai perusahaan ternama di dunia. Mulai dari marketing, strategi pemasaran dan lain-lain,” kata Agung Nugroho, salah satu dari dua pengusaha pendiri KUDO dalam wawancara khusus dengan Suara.com, di Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Seiring berjalan waktu, Agung kemudian melihat mayoritas kelas menengah Indonesia yang berwirausaha ternyata kurang produktif. Ia mencontohkan wirausaha yang membuka counter pulsa. Sepanjang hari dari pagi hingga malam ia berjualan pulsa. “Namun keuntungan yang diperoleh sebetulnya tidak seberapa meskipun jumlah transaksi pembelian pulsanya mungkin banyak,” ujar Agung.
Baca Juga: Delution, Arsitek dan Desainer Lokal yang Tembus Pasar Dunia
Dari situ, Agung kemudian berpikir seandainya orang yang berwirausaha tersebut tak cuma berjualan pulsa telepon seluler, namun juga barang-barang lain. Sayang, Agung belum sempat langsung bisa menemukan jalan keluarnya.
Tahun 2012, ia kemudian memperoleh kesempatan studi di Amerika Serikat (AS), tepatnya di Haas Business of School, UC Berkeley. Dari sini, ia menyadari ternyata teknologi bisa mewujudkan apa saja, mulai dari menciptakan roket hingga mengantarkan makanan. “Tidak ada yang tidak mungkin berkat teknologi. Dari sini saya berpikir bagaimana menciptakan sebuah platform yang tidak Cuma untuk berjualan, tetapi bisa juga memberdayakan orang, jelas pria muda yang juga menjabat sebagai COO (Chief Operating Officer) KUDO tersebut.
Di kampus, Haas Business of School inilah, Agung kemudian berkenalan dengan Albert Lucius. Alber ternyata memiliki visi misi yang sama dengan Agung. Keduanya akhirnya memutskan mendirikan PT Kudo Teknologi Indonesia, perusahaan teknologi yang menciptakan sebuah platform yang memberikan peluang kepada masyarakat Indonesia untuk memiliki peluang usaha dengan menjadi penjual produk dari berbagai usahawan ternama.
Ketika mulai berdiri pada Juli 2014, KUDO dikembangkan oleh tim berpengalaman di bidang teknologi global & konsultan manajemen seperti Apple & The Boston Consulting Group. KUDO mengembangkan solusi praktis untuk marketplace & ekosistem pembayaran di Indonesia. Kudo memberi kemudahan bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan pembelanjaan e-commerce bagi yang tidak memiliki akses atau tidak mau bertransaksi online. Lewat KUDO, mereka bisa bertransaksi online secara tunai. Bekerjasama dengan berbagai perusahaan e-commerce, KUDO menawarkan hingga jutaan produk.
“Misi kami ada dua. Pertama memberdayakan wirausahawan yang semula berjualan satu produk, berkat teknologi kami mampu berjualan berbagai produk. Kedua, e-commerce sudah berkembang pesat, tetapi konsumennya kebanyakan masih orang kota yang punya kartu kredit dan berani untuk melakukan transaksi online. Nah kami, memberi akses orang-orang menengah bawah maupun orang-orang yang tidak tinggal di kota besar untuk bisa mengakses e-commerce lewat agen KUDO, orang yang kami berdayakan,” jelas Agung.
Agung menuturkan, agen KUDO di berbagai pelosok daerah yang semula hanya membuka toko kelontong, kini bahkan bisa menjual pulsa, barang elektronik, produk perbankan, hingga tiket pesawat. Hingga Februari 2017 lalu, KUDO sudah memiliki kurang lebih 300 ribu agen di seluruh wilayah Indonesia. “Target kami bisa mencapai 1 juta Agen KUDO. Saat ini kami sudah mempunya agen hampir di semua wilayah Indonesia,” tutur Agung.
Agung menegaskan bahwa KUDO bukan e-commerce. Namun KUDO memfasilitasi pelaku e-commerce seperti Lazada dan Bukalapak yang semula lingkup bisnisnya hanya online, mulai bisa menjangkau offline melalui konsep agen yang dikembangkan KUDO. “Saingan kami justru ritel konvensional seperti Indomaret, Alfamart, Careffour, dan lain-lain,” jelas Agung.
Agung optimis bisnis ritel digital maupun e-commerce. Sebab harga barang yang ditawarkan oleh sektor yang masih baru ini sangat kompetitif dibandingkan sector perdagangan konvensional. Sebab secara operasional bisnis, mereka lebih efisien karena tidak harus mengeluarkan biaya operasional seperti sewa dan pemeliharaan tempat berjualan.
Pada tahun November 2014, KUDO berhasil mendapatkan pendanaan pertama dari East Ventures. Selanjutnya pada bulan Mei 2015, KUDO kembali mendapatkan pendanaan dari Gree Ventures yang juga diikuti oleh East Ventures. Pendanaan terakhir yang KUDO dapatkan adalah dari EMTEK. Hanya saja, menurut Agung, sampai saat ini KUDO belum terpikir untuk mencoba memperoleh pendanaan dari kredit industri perbankan.
Sayangnya, Agung menolak membeberkan keuntungan KUDO setiap tahun sejak resmi beroperasi Januari 2015 lalu. “Maaf itu masih menjadi rahasia perusahaan karena kami masih private company,” tutup Agung sambal tersenyum simpul.