Kementerian Perhubungan terus melakukan evaluasi dan audiensi dalam menyempurnakan revisi PM No.32 tahun 2016.
"Kualitas Sosialisasi aturan ini harus diperhatikan, agar masyarakat dan pihak terkait benar-benar memahami, sebelum nantinya diberlakukan," demikian disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pudji Hartanto ketika membuka kegiatan evaluasi pasca uji publik pertama dan kedua revisi PM 32/2016 di Kantor Pusat Kemenhub Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Pemerintah selalu memperhatikan kebutuhan masyarakat dari segi keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kesetaraan dalam pelaksanaan transportasi di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para ahli dan stakeholder dalam menyempurnakan payung hukum tentang taksi online.
Baca Juga: Kemenhub dan Bahama akan Investigasi Kandasnya Kapal Caledonian
Tim pembahas revisi PM 32 melakukan evaluasi pasca uji publik pertama dan kedua yang melibatkan berbagai pihak, pakar, akademisi dan stakeholder terkait. Diantaranya Ditjen Pajak Kemenkeu, Ditjen Aplikasi Teknologi Kominfo, Kemenko Maritim, Dit. Intelkam dan Korlantas Mabes Polri, serta Masyarakat Transportasi Indonesia. Sedangkan para pakar yang terlibat antara lain Agus Pambagyo dan Ellen Tangkudung. Hingga kini uji publik terhadap revisi aturan tersebut telah dilaksanakan dua kali, pertama di Jakarta (17/2) dan uji publik kedua, diadakan di Makassar (10/3).
Dari hasil evaluasi ini, diketahui akar permasalahan yang ada di masyarakat terkait taksi online adalah Tarif, Kuota, Pajak dan Sanksi dimana 4 hal tersebut sudah tertampung dalam 11 point aturan taksi online pada revisi PM 32/2016.
Pada poin yang pertama, tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi dan penentuan tarif berdasarkan tarif batas atas/bawah. Sedangkan pada poin quota, penetapan kebutuhan jumlah kendaraan dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai domisili perusahaan.
Selain itu, substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Ditjen Pajak. Poin terakhir yaitu pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun ke perusahaan angkutan khusus dengan melakukan pemutusan akses sementara terhadap aplikasi sampai dengan dilakukan perbaikan.