Delution, Arsitek dan Desainer Lokal yang Tembus Pasar Dunia

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 17 Maret 2017 | 15:23 WIB
Delution, Arsitek dan Desainer Lokal yang Tembus Pasar Dunia
Empat arsitek muda pendiri Delution Muhammad Egha, Sunjaya Askaria, dan Hezby Ryandi, dan Fahmy Desrizal. [Dok Delution]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Arsitektur modern dan desain kontemporer melekat kuat pada kehidupan masyarakat metropolitan di kota-kota besar Indonesia. Era arsitektur modern ditandai dengan penyederhanaan ide-ide desain dari yang semula berbentuk rumit menjadi lebih sederhana dengan mencantumkan struktur yang kokoh yang bernilai estetika tinggi. Desain inilah yang kemudian menjadi tren dan diminati hingga sekarang.

Berangkat dari fenomena tersebut, Delution sebagai konsultan yang bergerak dibidang perencanaan arsitektur dan desain interior menawarkan suatu produk perencanaan dengan pendekatan berbeda sehingga menghasilkan produk desain berkelas internasional. Delution telah menangani beberapa proyek arsitektur dan interior, mulai dari rumah tinggal, kantor, cafe, gym, resort, apartemen, hotel hingga masterplan yang tersebar di seluruh indonesia.

Pertama kali didirikan oleh 3 arsitek muda yakni Muhammad Egha, Sunjaya Askaria, dan Hezby Ryandi pada tahun 2013 di Jakarta. Pada tahun 2014 Fahmy Desrizal ikut bergabung sebagai partner dan ikut berkontribusi terhadap pertumbuhan Delution.



“Kami selalu berusaha menciptakan gagasan yang inovatif dan kreatif dalam menjawab kebutuhan arsitektur dan interior masa kini. Dan, kami memiliki visi dapat ikut berpartisipasi dalam membangun wajah ruang dan kota menjadi lebih baik sehingga Indonesia dapat dipandang lebih baik oleh dunia internasional, karna bagi kami Arsitektur tidak sekedar bangunan, namun juga menjadi simbol peradaban sebuah kota bahkan negara, sehingga Arsitek memiliki tanggung jawab besar terhadap pekembangan Image kotanya” ungkap CEO Delution, Muhammad Egha, di kantor Delution di daerah Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2017).

Selain menangani proyek di daerah lokal, dan nasional, Delution juga telah menangani beberapa klien mancanegara.

“Klient kami beragam dari mulai perorangan hingga korporasi besar baik dalam negeri maupun luar negeri. Selain menjalankan berbagai macam proyek di Jakarta, Sukabumi, Bengkulu, Bali, Surabaya, Semarang dan Jambi. Untuk mancanegara kita pernah mengerjakan suatu proyek di India,” ujar pria kelahiran Jakarta, 7 Desember 1990 itu.

Meski belum lama berkiprah di bidang arsitektur dan desain interior, Delution Architect telah menorehkan banyak prestasi penghargaan baik secara nasional maupun internasional seperti, Honourable mention di Dulux Designer Awards kategori Rumah tinggal yang diadakan oleh AkzoNobel untuk tingkat nasional pada 2016. Sementara di panggung internasional seperti Special Mention German Design Award 2016 kategori Interior Desain yang diadakan German Design Council di Frankfrut, Best Design of The Year for Corporate Small Space Category yang diadakan IIDA (International Interior Design Association) di Hong-Kong, A' Gold Design & Competition kategori Interior Design award di Italy, dan Finalis 2A Asia Architecture Awards yang diadakan 2A Magazine di Istanbul.

“Saat menang penghargaan pertama dan diundang ke Hongkong, kita satu-satunya wakil dari Indonesia yang bersanding bahkan meraih award terbaik di antara Negara-negara di lingkup Asia Pasifik. Ini bukan soal saya, bukan soal perusahaan kami, tapi lebih kepada karya anak bangsa ternyata bisa bersaing di kancah global,” papar pria yang punya hobi traveling ini.

Hambatan dan Visi Misi ke Depan Delution

Sebagai pengusaha pemula, akses permodolan selalu menjadi hambatan dalam merintis usaha. Diusia sangat muda saat itu 22-23 tahun tentu sulit pula mendapat pinjaman dari perbankan. Untuk itu, Egha dan rekan- rekannya mengumpulkan modal secara swadaya hingga terkumpul kurang lebih Rp. 30 juta. Dengan modal minim tersebut, Egha dan kawan- kawan, mulai membuka usaha Jasa konsultannya di rumah kos ukuran 3x4 meter di dekat kampus.

Seiring berjalan waktu, bisnis 3 sekawan ini semakin menanjak. Dari yang berkantor di rumah kos, sudah bisa pindah ke kantor yang lebih baik di daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Bahkan, tim mereka juga betambah menjadi 23 orang dengan usia mayoritas dibawah 26 tahun.

Baca Juga: Adhi Nugroho, Pendiri Up 2 Yu Resto & Cafe

Namun, meski sudah berhasil meningkatkan usaha bukan berarti bisnis mereka berjalan mulus. Situasi sulit, seperti masalah dengan klien, sampai terlilit hutang sempat mereka alami. Bahkan Delution nyaris gulung tikar.

“Sempat suatu kali kami tergencet oleh hutang yang tinggi, tagihan kartu kredit kita semua membludak, dan kerugian proyek yang cukup besar hampir membuat kita pasrah. Tapi memang untungnya kami masih mengingat semangat dan tekad kami saat membangun Delution ini, ditambah support orangtua kami yang luar biasa,” kisah Egha.

Egha juga tidak ragu membagi rumus suksesnya untuk pengusaha pemula atau anak- anak muda yang tertarik membuka usaha.

“Rumus kami bukan maju hindari kegagalan, tapi telan kegagalan, jangan diulangi dan bangkit kembali, hal tersebut membuat kami selalu optimis, dibanding melihat laporan kerugian yang sudah terjadi lebih baik mencari keuntungan baru untuk menutup itu, jadi fokusnya lihat kedepan bukan kebelakang” ungkap Egha.

Saat ini, perusahaan konsultan Arsitek& desain interior sudah mulai menjamur di kota- kota besar di Indonesia, namun Delution ingin berbeda dari perusahaan serupa lainnya. Bila kebanyakan arsitek ingin fokus berkarya sebagai arsitek, Delution memiliki mimpi yang bersebrangan yaitu membangun suatu kerajaan bisnis yang terdiri dari berbagai perusahaan yang tujuan utama jangka panjangnnya yaitu, "Take a Part for Indonesia Civilization", yaitu ikut mengambil bagian dari peradaban Indonesia itu sendiri.

“Untuk mewujudkan hal tersebut kami juga harus bekerjasama dengan klien, Meskipun, tidak jarang para klien tidak sejalan dalam membangun peradaban tersebut. Karena rata- rata mereka mendahulukan profit oriented dalam setiap project mereka,” cerita Egha.

Hal ini yang kemudian memotivasi Egha untuk terus mengembangkan bisnis hingga menjadi pengusaha yang lebih besar yang dapat memutuskan segala sesuatu tanpa bergantung pada pihak ketiga. Dengan demikian, ia menilai percepatan pembangunan akan lebih terakselerasi tanpa menunggu pendapat klien untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Mimpi- mimpi ini mungkin terdengar terlalu ambisius bagi arsitek lainnya, namun Egha menekankan penting untuk melakukan ini. Sebab, Egha tak mau tanggung- tanggung dan tak mau menunggu lama untuk membuat perubahan. Dalam perjalanan meraih mimpi besar itu, Egha dan rekan membuat visi jangka pendek hingga 2020 yaitu, "1 Stop Solution for your Building".

“Kami akan mendirikan 4 perusahaan independen dibidang Konsultan Arsitek/interior, Kontraktor, Furniture, dan Developer Property. Yang mana, saat ini sudah terealisasi 3 dari 4 yang kami targetkan yaitu Delution (Konsultan Arsitek/Interior), CRI (Kontraktor), dan Onel (Furniture),” sebutnya.

Kini, penghasilan perusahaannya cukup fantastis dalam satu tahun belakangan ini hingga berhasil meraup omzet hingga 20 miliar per tahun. Egha dan rekannya tidak pernah jumawa, mereka terus menjawab tantangan ke depan dengan mengantongi karya-karya yang selalu meningkat kualitasnya.

Adapun beberapa klien mancanegara yang pernah ditangani Delution antara lain, BBDO (perusahaan Advertising terbaik ke 3 yang berpusat di NewYork), OMG (Perusahaan Advertising tingkat Asia), The Body Shop (Big Beauty Retailchain in the world), Coffebean & Wendys (Big Fastfood Retailchain), Golkar (Partai Politik tertua di Indonesia yang bertahan hingga sekarang ) dan lain sebagainya.

“Integritas hingga akhir membuat klien- klien kami nyaman. Intinya kita sikapi dengan profesional membuat mereka percaya dan merekomendasikan kami ke jaringan mereka lainnya. Word of mouth jadi kuncinya. Kebetulan saya dan teman-teman juga aktif di organisasi jadi ya kita bernetworking semuanya,” tutur Egha

Kepada pengusaha- pengusaha pemula yang bergerak di bidang yang sama, Egha berpesan agar tidak takut bersaing di kancah global, dan mengenalkan kebudayaan Indonesia lewat keindahan arsitektur dan interior.

“Tantangan terbesar pengusaha lokal saat ini adalah kompetisi yang semakin berat antar pelaku usaha. Namun, peluang yang ada di depan mata juga tidak kalah besarnya. Untuk itu, teman- teman harus terus meningkatkan kualitas, dan jangan pernah berhenti berinovasi,” tutup Egha yang juga Fungsionaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI