PSKP BUMN Desak RUPST BTN Berhentikan Semua Direksi

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 17 Maret 2017 | 14:48 WIB
PSKP BUMN Desak RUPST BTN Berhentikan Semua Direksi
Dewan Direksi BTN di Jakarta, Senin (24/10/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pusat Study Kajian Perbankan ( PSKP) BUMN, Lubis Pandapotan, mendesak agar dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS ) PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk yang akan digelar pada hari Jumat (17/3/2017) agar mencopot semua anggota Dewan Direksi BTN. Pasalnya banyak pengelolaan BTN yang dijalankan oleh Direksi BTN yang dipimpin oleh Maryono sebenarnya tidak seindah dari kenyataannya dan memiliki permasalahan.

Lubis menjelaskan  dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa ,banyak nasabah KSP Pandawa mengunakan dana yang berasal dari pinjaman  BTN. "Karena banyak anggota dan pengurus KSP Pandawa sendiri Bekas karyawan bank BTN dan Karyawan BTN yang masih aktif," kata Lubis dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Dia mengaku modus yang dilakukan untuk membobol  BTN yaitu dengan mengajukan kredit perbaikan rumah ,kredit pemilikan rumah bekas kepada masyarakat yang menjadi nasabah BTN , setelah dana cair. Maka diminta diinvestasikan di KSP Pandawa dengan iming  bunga yang besar dan cicilan hutang pada BTN akan dibayarkan oleh KSP Pandawa.

"Tetapi akhirnya ketika dana KSP Pandawa dibobol dan dibawah lari , maka semua kredit yang dikucurkan bank BTN akan macet," ungkapnya.

Baca Juga: KPR BTN Mikro akan Diprioritaskan di Jawa Tengah

Kasus KSP Pandawa mirip yang terjadi di PT Pos Indonesia yang menimpa karyawan PT Pos Indonesia dengan memimjam mengunkan Kredit Tanpa Anggunan ( KTA) dibeberapa bank kemudian di minta di investasikan di koperasi simpan pinjam dan dana nya lenyap ,kemudian ribuan karyawan Posindo terlilit hutang ratusan miliar di Bank pemberi KTA

"Belum lagi dengan banyak pembobolan dana nasabah bank BTN oleh karyawan BTN ini makin menunjukan ketidakberesan manajemen Bank BTN," ujarnya.

Karena itu, BTN yang sudah menjadi perusahaan publik harus diselamatkan dengan mencopot semua jajaran Direksi Bank BTN pada RUPS 17 maret 2017 ," Jangan sampai BTN akan merugi terus," paparnya.

Seperti diketahui, sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan, sangat prihatin dengan sistem pengawasan internal perbankan di Indonesia. Setelah sebelumnya BRI yang paling besar, ternyata BTN juga mengalami hal yang sama.

Namun, politisi PDIP ini menolak jika kasus pembobolan dana nasabah BTN harus meggugat presiden Joko Widodo ( Jokowi). "Kalau soal menggugat presiden Jokowi saya kira kurang tepat, karena ini negara bukan kerajaan yang tidak ada pembagian dan pendelegasian wewenang," kata Eva kepada wartawan, Sabtu (11/3/2017).

Dia mengaku, terkait urusan keuangan,  bahkan Bank Indonesia ( BI) adalah lembaga independen. Demikian juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  adalah lepas dari pemerintah.

"Kasus pengelapan dana nasabah BTN oleh oknum karyawannya itu tanggung jawab kepolisian atau HAM, sifat problem BTN hanya di Banyuwangi. Tidak bersifat massif, sistemik, terstruktur ,sehingga kepala pemerintah bisa diseret,maka kasus itu biar diurus OJK cukup bersama polisi setempat," jelasnya.

Suara.com sendiri pada Jumat (17/3/2017), telah mencoba meminta konfirmasi kepada Sekretaris Perusahaan BTN, Eko Waluyo. Namun hingga berita ini tayang, belum ada tanggapan dari pihak BTN.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI