PLN Optimis Rasio Elektrifikasi Indonesia 2019 Capai 99 Persen

Jum'at, 17 Maret 2017 | 14:00 WIB
PLN Optimis Rasio Elektrifikasi Indonesia 2019 Capai 99 Persen
Seorang pekerja PLN sedang memperbaiki jaringan listrik di Menteng, Jakarta Pusat. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir menegaskan komitmen Pemerintah untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 Megawatt (MW) dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Ini sesuai dengan yang telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, serta penyediaan tenaga listrik daerah terpencil, pulau terluar dan daerah perbatasan berdasarkan surat Kementrian ESDM No. 8261/23/MEM.L/2014 tertanggal 19 Desember 2015.

“Hal tersebut dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan daya, menggantikan pembangkit BBM eksisting yang tidak efisien, menaikkan rasio elektrifikasi pada daerah yang elektrifikasinya masih tertinggal dan meningkatkan kemampuan pasokan daya untuk daerah perbatasan serta pulau terluar,” ungkap Sofyan di Jakarta, Jumat (17/3/2017).

PLTGU Muara Tawar sangat strategis untuk memasok listrik ke pusat beban di Jakarta dan sekitarnya. PLTGU Muara Tawar add-on dibangun di lokasi eksisting, untuk melengkapi PLTG yang sudah ada sebelumnya. Dengan memanfaatkan gas buang dari PLTG, PLN dapat memperoleh tambahan kapasitas sebesar 650 MW tanpa adanya tambahan bahan bakar gas/BBM, sehingga efisiensi pembangkit akan meningkat.

Baca Juga: Inilah Rincian 16 Proyek Terbaru PLN Tahun Ini

PLN juga membangun PLTMG Bangkanai-2 (140 MW) sebagai tambahan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan listrik beban puncak sistem Barito. Dengan adanya pembangkit ini, total kapasitas PLTMG Bangkanai akan menjadi 295 MW. Sementara pembangkit-pembangkit peaker dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik, khususnya pada saat beban puncak yang saat ini masih menggunakan BBM.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah tersebar dengan pembangkit yang efisien, PLN menggunakan MPP (Mobile Power Plant) paket 3, 4, 5 dan 7. Hal ini juga ditujukan untuk mendukung pemerataan akses listrik di wilayah Indonesia Timur. Pembangkit paket ini menggunakan bahan bakar duel fuel. Artinya, sebelum LNG (Liquid Natural Gas) tersedia, pembangkit bisa menggunakan BBM. Jika LNG sudah tersedia, maka dapat menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik di lokasi-lokasi tersebut.

“Penggunaan MPP dengan bahan bakar duel fuel sangat diperlukan karena manfaatnya sangat luas. Salah satunya, selain menjawab kebutuhan listrik, kita dapat mengurangi penggunaan pembangkit dengan bahan bakar minyak,” jelas Sofyan.

Sementara itu, pengadaan PLTD tersebar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Hal ini sangat diperlukan, karena tidak ada alternatif lain yang sesuai kecuali PLTD berbahan bakar minyak.

Rencananya pada 2019, 90 persen pulau terluar berpenghuni sudah dialiri listrik PLN. Selain itu, 694 desa dan 137 kecamatan di pulau terluar, pulau terpencil dan perbatasan juga sudah berlistrik pada 2019.

Selain pembangkit, PLN juga mengejar pembangunan Saluran Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV dan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 500 kV di Jalur Utara Jawa. Hal ini bertujuan untuk mengevakuasi daya dari PLTU Indramayu, (2x1.000 MW), PLTU Jawa 1 (1x1.000 MW), PLTU Jawa 3 (2x660 MW), PLTU Jawa Tengah (2x950 MW) dan PLTU Jawa 4 (2x1.000 MW). Dengan adanya pembangunan jalur transmisi ini, maka PLN dapat menyalurkan daya listrik sebesar 8.820 MW kepada masyarakat. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Hal ini tak lepas dari peran dan kontribusi Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Pusat (TP4P) yang sangat intensif melakukan pendampingan, pengawalan, pengamanan dan bantuan hukum dalam proses lelang sejak penyiapan proses awal sampai penetapan pelelangan dan penyiapan kontrak.

“Besarnya program 35.000 MW secara fisik dan keuangan, menjadikannya rentan akan berbagai hal terkait hukum, seperti pembebasan tanah dan perijinan. Untuk itu diperlukan pengawalan dan pengamanan dari sisi hukum agar program 35.000 MW menjadi kuat dalam pelaksanaannya. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada TP4P yang telah membantu dan berkontribusi demi kelancaran pelaksanaan pengadaan dan proyek ini,” ungkap mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk tersebut.

Sofyan juga memberikan apresiasi kepada para perusahaan yang telah menandatangani kontrak atas perannya dalam menyelesaikan proyek-proyek strategis ini.

Penandatanganan 16 proyek pembangkit dan transmisi ini diharapkan menjadi sebuah awal yang baik bagi kesuksesan Program 35.000 MW. Pembangunan proyek pembangkit ini sendiri direncanakan rampung pada 2018. Dengan begitu, rencana Pemerintah untuk mewujudkan target rasio elektrifikasi sebesar 99 persen pada 2019 dapat tercapai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI