Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak Kepolisian bekerjasama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, untuk menghentikan kriminalisasi terhadap warga nelayan pulau.Menurut KNTI, pemerintah seharusnya melindungi ruang penghidupan seluruh warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
"Upaya ini sangat penting agar tidak mengkhianati jati diri Indonesia sebagai negara kepulauan dimana hak tenurial warga diatas pulau-pulau kecil dilindungi UUD 1945," kata kata Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan, KNTI, Marthin Hadiwinata , dalam keterangan resmi, Sabtu (11/3/2017).
Yang mendesak untuk saat ini dilakukan adalah menghentikan kriminalisasi yang diduga adalah upaya menghentikan perlawanan warga nelayan Pulau Pari melawan perampasan laut dan pulau-pulau kecil yang menjadi ruang kehidupan mereka. Perlawanan nelayan atas perampasan pulau pari sangat lumrah karena telah menjadi ruang penghidupan sejak puluhan tahun lalu. "Sebanyak 320 KK warga telah mendiami pulau sejak sebelum kemerdekaan dengan luas 42 hektar tergolong sebagai Pulau Kecil," ujar Martin.
Sebelumnya kriminalisasi telah menjerat Edy yang divonis 4 bulan penjara, tetapi hal itu tidak menghentikan perlawanan warga pulau Pari.
Kriminalisasi ini sangat jelas melanggar hukum dan peraturan yang melindungi ruang kehidupan nelayan tradisional berupa wilayah perikanan dan tanah yang menjadi tempat tinggal.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai hukum tertinggi telah menegaskan pengakuan atas hak rakyat yang telah turun-temurun memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga tidak dapat di rampas dengan semena-mena oleh Pemerintah termasuk oleh BPN.
Dunia internasional melalui FAO juga memandatkan Indonesia untuk segera mengimplementasikan Pedoman Perlindungan Nelayan Skala Kecil FAO tahun 2014. Negara anggota FAO termasuk Indonesia untuk mengatur dan melindungi hak nelayan laki-laki dan perempuan atas tanah, wilayah perikanan dan ruang kehidupan. Lebih lanjut sejak April 2016 telah berlaku UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang mewajibkan pemerintah untuk melindungi ruang penghidupan termasuk wilayah perikanan dan tanah yang menjadi tempat tinggal.
Oleh karena itu upaya perampasan Pulau Pari oleh PT. Bumi Pari merupakan pelanggaran serius atas UUD 1945, UU No. 7 Tahun 2016 dan Pedoman Perlindungan Perikanan skala Kecil FAO 2014.
Berdasarkan informasi yang diterima dari pendamping hukum, kriminalisasi terhadap 5 orang nelayan tradisional dan 1 orang anak nelayan (dibawah umur dewasa) didasarkan atas tuduhan melakukan pungutan liar dalam pengelolaan pantai oleh warga.
Baca Juga: KNTI: Seharusnya Reklamasi Tak Berjalan Jika Belum Ada KLHS
"Tindakan ini berlebihan karena secara implisit menuduh pengelolaan pantai berbasis masyarakat sebagai kejahatan," jelas Marthin.
Padahal selama ini Pulau Pari dan eksosistem telah dikelola dengan baik. Warga secara swadaya telah berupaya mengelola dan menjaga pulau beserta ekosistem yang termasuk terumbu karang. Hasil pengelolaan pantai digunakan untuk biaya petugas kebersihan, renovasi mesjid dan sarana umum lainya, bahkan termasuk biaya untuk anak yatim.
Secara kronologis, dugaan upaya kriminalisasi dimulai sejak Jumat (10/3/2017) dengan hadirnya aparat kepolisian dan satpol PP memasang spanduk di pulau pari dilarang melakukan pungli dengan ancaman pidana KUHP dan malamnya beberapa Intel berada di pantai pulau pari. Sabtu pagi (11/3/2017) ada 2 pengunjung perempuan masuk pantai perawan, namun belakangan diduga aparat intelejen kepolisian. Siangnya, sekitar 20 anggota polisi senjata lengkap dan pakaian bebas menangkap 5 nelayan tradisional dan 1 anak nelayan karena dianggap melakukan pungli.