Kementerian PUPR juga mendorong penyedia jasa konstruksi untuk memiliki spesialisasi di masing-masing bidang agar kompetensi yang dimiliki semakin baik dengan keahlian tertentu secara mendalam.
Menurutnya spesialisasi tersebut juga dimaksudkan agar setiap pihak dapat semakin kompetitif. “Sementara bila ada sengketa konstruksi, berdasarkan UU dapat diselesaikan melalui mekanisme arbitrase, tidak harus melalui pengadilan. Untuk pembentukan Dewan Sengketa untuk penyelesaian juga diatur, dimana anggotanya dipilih langsung oleh pihak yang bersengketa,” ujarnya.
Beberapa poin penting yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi yang baru antara lain; tidak lagi hanya berorientasi terkait bidang PUPR, tetapi mencakup penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh. Kemudian adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, menjamin penyelenggaraan usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat.
Substansi lainnya yakni peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi sebagai bagian kemitraan dan sistem informasi dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi, pengaturan rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan.
Baca Juga: Indonesia dan Australia Kerjasama Pengembangan Kota Tangguh
Tidak kalah penting, UU Jasa Konstruksi yang baru juga mengatur perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi diatur pula dalam UU Jasa Konstruksi yang baru.
Selain itu, terdapat pula substansi jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi; serta adanya jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).