"Kami harus melakukan kebijakan seperti itu karena dana yang diterima LPMAK dari Freeport akan jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Semua program prioritas LPMAK akan disesuaikan dengan kondisi anggaran yang ada," jelas Abraham.
Di sisi lain, kataya, situasi PT Freeport yang belum menunjukkan tanda-tanda perubahan itu telah membuat sekitar 2.500 karyawan kehilangan pekerjaan.
Ribuan karyawan permanen Freeport dan karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport tersebut ada yang dirumahkan, ada juga yang telah diberhentikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
"Dampak dari masalah Freeport ini sangat besar. Bagaimana nasib ribuan orang yang dirumahkan dan di-PHK itu beserta anak, isteri mereka. Ini bencana kemanusiaan. Apakah Pemda Mimika memikirkan nasib semua orang yang terkena imbas dari masalah Freeport itu?," tanya Abraham.
Dalam kondisi ketidakpastian soal masa depan pertambangan Freeport di Mimika, LPMAK berharap Pemerintah Jakarta mempertimbangkan segala kondisi yang terjadi tersebut sebelum mengambil keputusan yang tepat.
"LPMAK bersama dua lembaga adat (LEMASA, LEMASKO) serta pihak Gereja telah menyampaikan hasil kajian kami ke Menteri ESDM Ignatius Jonan di Jakarta. Kami berharap hal ini dapat diteruskan ke Presiden Joko Widodo sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan masa depan dan keberlangsungan operasi PT Freeport di Mimika," kata Abraham. (Antara)